WahanaNews.co | Perdana Menteri Pakistan Imran Khan ngamuk usai utusan negara-negara anggota Uni Eropa di Islamabad minta negaranya mengecam invasi Rusia ke Ukraina.
“Para duta besar Uni Eropa menulis surat kepada Pakistan, meminta kami untuk mengeluarkan pernyataan anti-Rusia. Saya tanya kepada para duta besar Uni Eropa, ‘Apakah kalian menulis surat itu juga kepada India?’” ujar Khan dalam sebuah demonstrasi politik di Distrik Vehari, Pakistan, Minggu (6/3/2022), seperti dilansir Geo News.
Baca Juga:
29 Orang Meninggal Akibat Cuaca Hujan dan Badai Petir di Pakistan
“Ketika India melanggar hukum internasional di Kashmir dan mencabut status otonomi Kashmir, apakah ada dari kalian yang memutus hubungan dengan India, memutus perdagangan atau mengkritik (New Delhi)?”
“Memang kalian pikir kami apa? Apakah kami budak kalian? Apakah kami harus melakukan apa yang kalian katakan?” kata Khan.
Pada Rabu (2/3/2022) pekan lalu, utusan-utusan dari 22 negara termasuk negara-negara anggota Uni Eropa menyerukan kepada Pakistan untuk mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang isinya mengecam invasi Rusia dan meminta Moskow menghentikan serangan serta menarik pasukannya dari Ukraina.
Baca Juga:
Asif Ali Zardari Terpilih Sebagai Presiden ke-14 Pakistan dalam Pemilu 2024
"Selaku kepala-kepala misi untuk Republik Islam Pakistan, kami mendesak Pakistan bergabung bersama kami untuk mengecam tindakan-tindakan Rusia," bunyi surat para duta besar tersebut seperti dilaporkan Geo News.
Hasil pemungutan suara terhadap resolusi Majelis Umum PBB pada Rabu pekan lalu menunjukkan, 141 negara mendukung, 5 tidak setuju, dan 35 abstain. Pakistan mengambil posisi abstain.
Dalam pidatonya, Khan juga menyinggung keterlibatan Pakistan dalam Perang melawan Teror (War on Terror/WoT) yang dilancarkan Barat. Dia mengatakan, jika dirinya berkuasa saat itu, dia tidak akan melibatkan Pakistan dalam perang tersebut.
“Kepala negara kita saat itu mendukung Amerika Serikat,” ucap Khan.
Dia lalu bertanya apa yang didapat Pakistan karena mendukung perang yang digulirkan Barat tersebut selain kehilangan 80.000 nyawa warganya, 3,5 juta orang terusir dari tempat tinggalnya, dan kerugian hingga USD100 miliar.
“Saya tanya para duta besar Uni Eropa, apakah kalian berterima kasih kepada kami? Apakah kalian bilang kami telah membantu kalian dalam perang kalian? Apakah kalian menghargai kami?” ujarnya.
Dia lalu bertanya lagi tentang serangan-serangan drone yang terjadi di Pakistan dalam kurun 2008 hingga 2018.
Khan pun menyerang mantan Presiden Asif Ali Zardari dan mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif yang disebutnya tidak menghentikan serangan-serangan drone di Pakistan.
Dia menuding keduanya menyimpan kekayaan mereka di negara-negara Barat.
Menurut laporan Costs of War oleh Watson Institute International & Public Affairs, Brown University, Amerika Serikat (AS) mulai meluncurkan serangan drone di wilayah utara Pakistan pada 2004 untuk membunuh orang-orang yang diduga anggota Al Qaidah dan Taliban.
Serangan-serangan drone AS di Pakistan, kata laporan tersebut, dilakukan secara rahasia dan legalitasnya dipertanyakan.
Costs of War memperkirakan sebanyak 56.661 warga Pakistan tewas dalam serangan-serangan drone AS sejak 2001 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, sekitar 23.300 adalah warga sipil. [rin]