WahanaNews.co | Saat ini fenomena 'resesi seks' tengah menghantui berbagai negara di dunia. Hal ini diduga makin diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.
Resesi sendiri berarti kemerosotan. Dalam istilah ekonomi, resesi merupakan pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut dalam satu tahun.
Baca Juga:
Krisis Kelahiran di Korut: Pemerintah Penjarakan Dokter Aborsi dan Sita Alat Kontrasepsi
Maka dari itu, 'resesi seks' merujuk pada rendahnya kemauan warga untuk menikah sehingga angka kelahiran menjadi turun di suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Umumnya kondisi ini terjadi pada di negara-negara maju.
Tak hanya di negara Barat, berikut sejumlah negara Asia yang dilaporkan mengalami 'resesi seks'.
Baca Juga:
Resesi Seks di Thailand Semakin Parah, Banyak Warga Pilih Adopsi Kucing
1. Jepang
Beberapa waktu lalu, Kementerian Kesehatan Jepang melaporkan bahwa angka kelahiran di negaranya turun hingga rekor terendah pada tahun 2020.
Dikutip dari Reuters, pada tahun 2020 angka kelahiran di Negeri Sakura turun menjadi 840.832. Jumlah ini turun 2,8 persen dari tahun sebelumnya dan terendah sejak pencatatan dimulai pada 1899.
Hal ini diduga disebabkan oleh rendahnya jumlah pernikahan di Jepang pada tahun 2020. Disebutkan, penurunannya mencapai 12,3 persen pada tahun 2020, menjadi 525.490 pernikahan.
2. Korea Selatan
Fenomena 'resesi seks' di Korea Selatan (Korsel) nampaknya sudah berlangsung cukup lama sebelum pandemi COVID-19. Pasalnya, di Korsel terdapat gerakan wanita yang tidak ingin menikah dan tak mau memiliki anak.
Gerakan 'tidak menikah' ini memanfaatkan feminisme yang sedang berkembang di Korsel. Gerakan tersebut bernama '4B' atau 'Four Nos' yang merupakan kepanjangan dari 'no dating, no sex, no marriage, and no child-rearing'.
Data PBB menunjukkan rata-rata wanita di Korsel hanya memiliki 1 anak. Ini menciptakan krisis demografis yang mengancam penyusutan populasi dan ekonomi.
3. Singapura
Pembatasan sosial di Singapura membuat sebagian warganya melakukan penundaan pernikahan. Dilaporkan, penurunan jumlahnya mencapai 12,3 persen pada tahun 2020.
Dampaknya, angka kelahiran di Singapura menjadi ikut menurun pada tahun 2020. Disebutkan, hanya ada 31.816 kelahiran di Singapura pada tahun tersebut, ini 3,1 persen lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, yakni 32.844.
Menurut survei Divisi Kependudukan dan Bakat Nasional Singapura, sebagian warga memilih menunda kehamilan karena khawatir dengan masalah kesehatan dan ekonomi selama pandemi COVID-19.
"Karena khawatir tentang kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat yang tidak pasti," kata lembaga tersebut.
“Kami terus menghadapi tantangan struktural jangka panjang dengan tingkat kelahiran kami yang rendah, serupa dengan masyarakat maju lainnya," jelasnya.
4. China
Dikutip dari BBC, meski populasi di China terbilang cukup tinggi, faktanya angka kelahiran di negara itu menurun secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir.
Menurut sensus penduduk dalam satu dekade terakhir, angka kelahiran di China turun ke tingkat terendah sejak tahun 1960-an. Disebutkan, hanya ada 12 juta bayi lahir pada tahun lalu, ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2016, yakni 18 juta kelahiran.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di China, karena kemungkinan negara itu mengalami penurunan populasi lebih cepat dari yang diharapkan dan terjadi 'resesi seks'. [rin]