Taktik ini didesain agar warga yang ketakutan terdorong mendekat ke jendela atau keluar dari tempat perlindungan, dan saat itulah drone bisa saja menembak.
"Quadcopter menjadi senjata psikologis sekaligus fisik," tambah laporan tersebut.
Baca Juga:
330 Bom Dijatuhkan Israel ke Iran, Fasilitas Nuklir Natanz Jadi Sasaran Utama
Mohammed Salameh, warga Al-Remal di Gaza Tengah, menggambarkan efeknya secara langsung. “Drone ini membuat kami tidak lagi merespons teriakan minta tolong.
Kami tidak bisa tahu apakah itu suara asli atau jebakan yang dirancang untuk menembak kami. Kami dibekukan oleh rasa takut dan keraguan.”
Kisah serupa disampaikan oleh seorang ibu dari Kota Gaza.
Baca Juga:
Iran Bakar Langit Israel, Ratusan Rudal Balistik dan Drone Dilesatkan dalam Operasi True Promise 3
“Saya sedang tidur bersama anak-anak… Kami berbaring di tanah dalam gelap ketika suara drone terdengar jelas. Saya membuka mata dan melihatnya melayang di atas kami. Saya panik, tapi tetap diam. Saya membisikkan syahadat, berharap kalaupun kami akan ditembak, itu terjadi secepatnya. Tapi drone itu hanya tetap di sana, merekam kami, lalu keluar lewat jendela.”
Ia menambahkan, “Meski tak menembak, rasa takut itu luar biasa. Sekarang saya takut tidur. Takut pada jendela, pintu, bahkan cahaya malam. Saya tidak merasa aman. Setiap saat, drone-drone ini bisa menyerbu rumah kami, merekam kami, atau langsung menembak.”
Euro-Med mencatat bahwa tekanan psikologis akibat taktik semacam ini berdampak parah.