Taktik ini didesain agar warga yang ketakutan terdorong mendekat ke jendela atau keluar dari tempat perlindungan, dan saat itulah drone bisa saja menembak.
"Quadcopter menjadi senjata psikologis sekaligus fisik," tambah laporan tersebut.
Baca Juga:
'Jaring Laba-Laba' Menembus Kutub Utara, Zelensky Hantam Jet Strategis Rusia
Mohammed Salameh, warga Al-Remal di Gaza Tengah, menggambarkan efeknya secara langsung. “Drone ini membuat kami tidak lagi merespons teriakan minta tolong.
Kami tidak bisa tahu apakah itu suara asli atau jebakan yang dirancang untuk menembak kami. Kami dibekukan oleh rasa takut dan keraguan.”
Kisah serupa disampaikan oleh seorang ibu dari Kota Gaza.
Baca Juga:
Drone Ukraina Serang Berbagai Wilayah Rusia, AS Mengaku Tak Tahu Menahu
“Saya sedang tidur bersama anak-anak… Kami berbaring di tanah dalam gelap ketika suara drone terdengar jelas. Saya membuka mata dan melihatnya melayang di atas kami. Saya panik, tapi tetap diam. Saya membisikkan syahadat, berharap kalaupun kami akan ditembak, itu terjadi secepatnya. Tapi drone itu hanya tetap di sana, merekam kami, lalu keluar lewat jendela.”
Ia menambahkan, “Meski tak menembak, rasa takut itu luar biasa. Sekarang saya takut tidur. Takut pada jendela, pintu, bahkan cahaya malam. Saya tidak merasa aman. Setiap saat, drone-drone ini bisa menyerbu rumah kami, merekam kami, atau langsung menembak.”
Euro-Med mencatat bahwa tekanan psikologis akibat taktik semacam ini berdampak parah.