WAHANANEWS.CO, Jakarta - Tentara Israel semakin gencar menggunakan drone quadcopter sebagai alat intimidasi psikologis, spionase, dan bahkan eksekusi langsung terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Hal ini diungkapkan oleh Euro-Med Human Rights Monitor dalam laporan terbaru mereka.
Baca Juga:
'Jaring Laba-Laba' Menembus Kutub Utara, Zelensky Hantam Jet Strategis Rusia
Menurut kelompok tersebut, sejumlah insiden telah terdokumentasi di mana drone jenis quadcopter digunakan untuk menyebarkan suara-suara menyeramkan yang sengaja dirancang untuk menciptakan kepanikan di tengah warga sipil.
“Dalam beberapa kasus, quadcopter masuk ke rumah-rumah yang padat pada malam hari, melayang di dalam kamar, merekam keluarga yang sedang tertidur, lalu keluar lewat jendela, meninggalkan trauma mendalam bagi penghuni rumah,” ungkap Euro-Med.
Melansir laporan dari Middle East Monitor, tim lapangan Euro-Med mencatat pola berulang dari penerbangan rendah quadcopter di sekitar tenda-tenda pengungsi, koridor penampungan, hingga jendela-jendela rumah.
Baca Juga:
Drone Ukraina Serang Berbagai Wilayah Rusia, AS Mengaku Tak Tahu Menahu
Drone itu berputar perlahan sembari menyiarkan suara menyeramkan seperti lolongan anjing, tangisan anak-anak, ratapan wanita, dan sirene ambulans, semuanya disusun secara psikologis untuk menimbulkan ketakutan.
“Ini bukan sekadar kebisingan acak,” jelas Euro-Med.
“Suara-suara ini adalah bagian dari taktik berlapis yang disengaja untuk menguras mental warga sipil, memaksa mereka kabur, atau bahkan menjebak mereka ke dalam situasi mematikan.”
Taktik ini didesain agar warga yang ketakutan terdorong mendekat ke jendela atau keluar dari tempat perlindungan, dan saat itulah drone bisa saja menembak.
"Quadcopter menjadi senjata psikologis sekaligus fisik," tambah laporan tersebut.
Mohammed Salameh, warga Al-Remal di Gaza Tengah, menggambarkan efeknya secara langsung. “Drone ini membuat kami tidak lagi merespons teriakan minta tolong.
Kami tidak bisa tahu apakah itu suara asli atau jebakan yang dirancang untuk menembak kami. Kami dibekukan oleh rasa takut dan keraguan.”
Kisah serupa disampaikan oleh seorang ibu dari Kota Gaza.
“Saya sedang tidur bersama anak-anak… Kami berbaring di tanah dalam gelap ketika suara drone terdengar jelas. Saya membuka mata dan melihatnya melayang di atas kami. Saya panik, tapi tetap diam. Saya membisikkan syahadat, berharap kalaupun kami akan ditembak, itu terjadi secepatnya. Tapi drone itu hanya tetap di sana, merekam kami, lalu keluar lewat jendela.”
Ia menambahkan, “Meski tak menembak, rasa takut itu luar biasa. Sekarang saya takut tidur. Takut pada jendela, pintu, bahkan cahaya malam. Saya tidak merasa aman. Setiap saat, drone-drone ini bisa menyerbu rumah kami, merekam kami, atau langsung menembak.”
Euro-Med mencatat bahwa tekanan psikologis akibat taktik semacam ini berdampak parah.
Gejalanya termasuk insomnia kronis, mimpi buruk, emosi yang tidak stabil, hilangnya fokus, perilaku agresif, hingga depresi berat dan mati rasa emosional.
Efek ini paling terasa pada anak-anak, perempuan, dan lansia.
Penggunaan quadcopter untuk meneror warga sipil bukanlah insiden terpisah. Euro-Med menyebut ini sebagai bagian dari pola sistematis.
Tahun lalu, Israel bahkan dilaporkan menyebarkan suara tangisan bayi dan teriakan perempuan melalui drone untuk memikat warga keluar dari tempat persembunyian dan menembak mereka.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]