WAHANANEWS.CO, Jakarta - Negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyepakati perjanjian baru terkait pandemi dalam sidang tahunan yang digelar di Jenewa pada Selasa (20/5/2025).
Kesepakatan ini bertujuan memperkuat upaya global dalam menghadapi potensi pandemi di masa depan, khususnya dalam aspek pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanganan.
Baca Juga:
Cegah Kanker Serviks, Kemenkes Ajak Perempuan Segera Vaksinasi HPV
Menurut laporan dari AP News, naskah perjanjian tersebut disahkan tanpa satu pun penolakan.
Pengesahan ini menjadi penanda akhir dari proses negosiasi selama tiga tahun yang dipicu oleh dampak luas pandemi Covid-19 terhadap dunia.
Amerika Serikat tidak terlibat dalam tahapan akhir penyusunan perjanjian ini. Ketidakterlibatan tersebut dipicu oleh keputusan mantan Presiden Donald Trump yang menarik AS keluar dari keanggotaan WHO.
Baca Juga:
Menkes Budi Izinkan Dokter Umum Operasi Caesar di Daerah Terpencil
Meski begitu, sejumlah pemimpin dunia menunjukkan dukungan terhadap kerja sama internasional dan peran penting WHO dalam mengatasi krisis kesehatan global.
Perdana Menteri India, Narendra Modi, menilai perjanjian ini mencerminkan tekad kolektif negara-negara dunia untuk bersatu melawan pandemi di masa mendatang.
Ia juga menyoroti pentingnya pelestarian lingkungan sebagai bagian dari upaya tersebut.
"Kesepakatan ini sebagai komitmen bersama negara-negara untuk melawan pandemi di masa depan melalui kerja sama," ujar Modi. Ia menambahkan, “Pentingnya perlindungan lingkungan juga menjadi bagian integral dari strategi ini.”
Walau telah disahkan, perjanjian ini belum dilengkapi mekanisme sanksi bagi negara yang tidak mematuhinya.
Oleh karena itu, negara-negara anggota WHO berencana membahas dan menyetujui lampiran tambahan tahun depan, yang akan memperjelas distribusi alat uji, vaksin, dan obat-obatan kepada negara-negara berkembang melalui skema Pathogen Access and Benefit Sharing.
Melalui skema ini, WHO diharapkan bisa menerima hingga 20 persen pasokan produk medis penting dari negara-negara anggota, untuk selanjutnya didistribusikan secara merata.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat pendanaan organisasi, negara-negara peserta juga menyetujui kenaikan iuran wajib sebesar 20 persen.
Langkah ini diambil agar WHO tak lagi terlalu bergantung pada sumbangan sukarela, yang selama ini mendominasi anggaran operasional mereka.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]