WahanaNews.co | Angka stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih tinggi.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, masih ada 15 kabupaten di NTT yang berkategori merah dalam kasus stunting.
Baca Juga:
Pemerintah Kota Semarang Raih Penghargaan Terbaik I Penanganan Stunting di Jawa Tengah
Penyematan status merah tersebut yakni wilayah yang prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.
Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata, dan Malaka.
Bahkan Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen.
Baca Juga:
Bele Mo'o Sehati: Strategi Dinkes Gorontalo Tangani Stunting dengan One Stop Service
Sementara sisanya, tujuh kabupaten dan kota, berstatus kuning dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, di antaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang, serta Flores Timur.
Bahkan tiga daerah, seperti Kabupaten Ngada, Sumba Timur, dan Negekeo, mendekati status merah.
Tidak ada satu pun daerah di NTT yang berstatus hijau, yakni berprevalensi stunting antara 10 hingga 20 persen.
Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.
“Saya yakin dengan fokus kepada konvergensi tingkat desa sangat menentukan penerimaan paket manfaat kepada keluarga berisiko stunting," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, dalam rilis resmi yang diterima media, Kamis (3/3/2022).
Sehingga, lanjut Hasto, pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting atau TPPS dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga kelurahan atau desa harus disegerakan.
"Keberadaan TPPS di semua tingkatan pemerintahan sangat membantu pencapaian target penurunan angka stunting,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional ini, kecenderungan rata-rata penurunan stunting di Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2019 berkisar 0,3 persen.
Sementara, target penurunan stunting dari tahun 2020 hingga 2024 harus berkisar di angka 2,5 persen.
Angka stunting 14 persen yang menjadi target nasional di 2024 diyakini akan tercapai termasuk kontribusi dari NTT.
Dia menjelaskan, persoalan stunting yang ada di masyarakat, tidak saja menjadi urusan pemerintah atau pemangku kepentingan belaka.
"Persoalan stunting adalah persoalan bangsa yang harus kita tuntaskan bersama dan membutuhkan kolaborasi semua kalangan," kata dia.
Sudah menjadi komitmen kebangsaan, pembangunan keluarga adalah fondasi utama tercapainya kemajuan bangsa.
Untuk lebih memperkuat koordinasi dan kesepahaman tentang mekanisme tata kerja, pemantauan, pelaporan, evaluasi dan skenario pendanaan stunting di daerah, BKKBN yang diberi tugas Presiden Jokowi sebagai pengendali pencegahan stunting di tanah air, akan menggelar sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Kupang pada Jumat (4/3/2022) ini.
"Momentum Indonesia Emas 2045 harus kita persiapkan dari sekarang agar keluarga sehat, produktif dan berkualitas bisa kita raih," kata dia. [gun]