WahanaNews.co | Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan sebanyak 58 jemaah haji meninggal dunia per Minggu, 17 Juli 2022. Sedangkan mayoritas penyebab kematian jemaah haji diakibatkan penyakit jantung.
Dipaparkan oleh Kepala Pusat Kesehatan Haji, dr Budi Sylvana, MARS, jemaah haji yang meninggal dunia didominasi jenis kelamin laki laki. Sementara, dilihat dari kelompok umur lebih banyak dialami mereka yang berusia di bawah 60 tahun.
Baca Juga:
Penjabat Gubernur Gorontalo Sambut Kedatangan Kloter 12 Haji 2024
“Yang meninggal lebih banyak pria walau jemaah lebih banyak wanita," terang Budi saat pertemuan dengan Menteri Agama di Jeddah seperti dikutip dari laman Sehat Negeriku Kemenkes, Senin (18/7/2022).
Menurut Budi, terdapat tiga faktor yang memengaruhi kondisi kesehatan jemaah haji, antara lain:
Pertama, adanya ancaman suhu dan kelembaban di arab saudi. Sedangkan, ancaman kedua ialah adanya aktivitas yang berlebihan.
Baca Juga:
Jemaah Haji Meninggal Tembus 1.000 Akibat Cuaca Panas Mendidih di Arab
Kedua, adanya kerentanan kesehatan jemaah haji. Pasalnya, jemaah haji Indonesia didominasi oleh orang yang termasuk kelompok berisiko tinggi, karena faktor usia dan penyakit.
Selain itu, diakibatkan kekambuhan penyakit yang dipicu oleh kelelahan serta kondisi fisik yang menurun.
Ketiga, kapasitas tenaga kesehatan yang mana dalam hal ini ialah antisipasi dan respons petugas kesehatan terhadap permasalahan kesehatan jemaah
“Dengan berbagai cara, angka kematian bisa kita kendalikan, walaupun jemaah lansia, walaupun jemaah punya komorbid, tapi bisa kita kendalikan," ungkap dr Budi.
Penguatan promosi kesehatan
Lebih lanjut, dia berkata, kerentanan kesehatan jemaah dapat diantisipasi melalui penguatan promosi kesehatan.
Berbagai upaya promosi kesehatan dilakukan tim, mulai dari kampanye #jangantungguhaus dari awal sebelum keberangkatan jemaah haji. Ada pula seruan terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD), terutama saat keluar pondokan dan beribadah.
Serta adanya kampanye untuk minum obat teratur bagi jemaah haji risiko tinggi, dan memiliki komorbid.
“Untuk menjaga jemaah tetap sehat dan mencegah atau memperburuk kekambuhan," kata Budi.
Dari sisi kapasitas tenaga kesehatan, pihaknya telah melakukan berbagai hal termasuk penguatan formasi 30, di mana setiap 30 jemaah risiko tinggi di masing-masing kloter harus selalu didampingi oleh Tenaga Kesehatan Haji (TKH) kloter.
Tak hanya itu saja, mereka yang termasuk kelompok berisiko akan melakukan screening atau pemeriksaan ulang serta kontrol rutin di setiap kloter.
Pada kesempatan tersebut, Budi turut mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Agama (Kemenag) atas kerja sama yang baik di lapangan, sehingga penyelenggaraan fasilitas kesehatan selama operasional musim haji 2022 berjalan dengan baik.
Dia juga meminta agar kerja sama yang baik dapat terus terjalin sehingga angka kesakitan, dan kematian jemaah dapat terus terjaga.
“Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ini sesuai dengan yang kami prediksikan. Mudah mudahan dengan kerjasama berbagai pihak angka 1 per mil bisa kita jaga," ucapnya.
Dokter Budi pun mengusulkan terkait kebijakan haji di tahun mendatang, perlu adanya rekomendasi dari TKH kloter bagi jemaah yang akan menjalankan ibadah sunnah.
“Jika dimungkinkan ke depannya, untuk ritual ibadah sunnah, para KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji) membawa jemaah konsul dulu ke dokter kloter untuk mendapatkan izin. Sehingga betul-betul jemaah sehat yang bisa lakukan ibadah sunnah," pungkasnya. [rin]