WahanaNews.co | Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi mengemukakan 85 persen kebijakan yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan berkaitan langsung dengan perbaikan pelayan kesehatan.
"Jika melihat isi dari RUU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah, justru sekitar 85 persen terkait langsung dengan perbaikan pelayan kesehatan," ujar Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Senin (05/06/2023).
Baca Juga:
Waspada! Kasus Pertama Cacar Monyet Klade I Muncul di California AS
Sedangkan sisanya 15 persen dari isi RUU Kesehatan dijadikan bahan protes dan polemik oleh organisasi profesi.
"Seolah-olah RUU ini isinya hanya tentang wewenang organisasi profesi dan bukan tentang kepentingan masyarakat luas," jelasnya.
Nadia mengatakan isu yang diangkat dalam rangkaian aksi penolakan RUU Kesehatan mengatur terkait sumber daya tenaga kesehatan yang di dalamnya ada pengaturan, antara lain tentang wewenang penerbitan izin untuk praktik, pendidikan dokter spesialis, perlindungan hukum untuk tenaga kesehatan, dan eksistensi organisasi profesi.
Baca Juga:
Edy Rahmayadi Kampanye Akbar di Labura: Fokus pada Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur
Pernyataan tersebut disampaikan Nadia menjawab aksi damai tenaga medis dan kesehatan yang menuntut penghentian pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (05/06/2023).
Aksi itu melibatkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), serta banyak forum tenaga kesehatan dan masyarakat kesehatan.
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri Roestam menyoroti tentang rencana penerapan multiorganisasi profesi medis di Indonesia, sebab berisiko menimbulkan standar ganda dalam penegakan etika profesi yang dapat merugikan pasien.