WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Karantina Indonesia (Barantin) memusnahkan sebanyak 2,9 ton daging babi hutan (celeng) ilegal di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Cilegon pada Jumat, 9 Mei 2025.
Daging hasil penyitaan dari upaya penyelundupan itu ditaksir memiliki nilai ekonomi mencapai Rp200 juta.
Baca Juga:
Soal Mutilasi di Tangerang, Pelaku Sebut Mayat Jefry di Freezer Daging Babi
Kepala Barantin, Sahat M Panggabean, menyampaikan bahwa pemusnahan dilakukan sebagai langkah tegas terhadap upaya pemasukan produk hewan tanpa dokumen resmi.
Daging ilegal tersebut berasal dari Seputih Raman, Lampung Tengah, dan rencananya akan dikirim ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menggunakan truk colt diesel.
“Setelah melalui pengujian laboratorium, daging ini terbukti mengandung cemaran mikroba dalam kadar tinggi. Sehingga tidak layak konsumsi dan membahayakan kesehatan,” ujar Sahat dalam keterangan saat pemusnahan.
Baca Juga:
Jangan Tertipu, Ini 10 Istilah Daging Babi dalam Makanan yang Wajib Kamu Ketahui
Ia menambahkan bahwa daging tersebut tidak disertai sertifikat sanitasi produk hewan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019.
Setiap lalu lintas media pembawa hewan, ikan, dan tumbuhan wajib disertai dokumen kesehatan dan dilaporkan melalui jalur resmi.
"Hal ini dilakukan melalui tempat yang telah ditetapkan, serta dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina. Daging babi hutan ini tidak memenuhi persyaratan yang berlaku dan diduga melanggar Pasal 88 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019," jelas Sahat.
Ia menegaskan bahwa pelanggaran tersebut dapat dikenai sanksi pidana hingga dua tahun penjara serta denda maksimal Rp2 miliar.
Berdasarkan data dari aplikasi BEST-TRUST di Karantina Pelabuhan Penyeberangan Merak, tercatat ada 31 kasus penindakan sepanjang tahun 2025.
Barang bukti yang diamankan mencakup berbagai jenis hewan dan produk turunannya seperti burung, kambing, kuda, kerbau, babi, serta hasil peternakan lainnya.
“Menjelang Iduladha, Karantina Indonesia memperkuat pengawasan lalu lintas komoditas peternakan, pertanian, dan perikanan di seluruh titik se-Indonesia," ujar Sahat.
Langkah ini merupakan amanat konstitusional untuk mencegah penyebaran penyakit hewan, ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan.
Di sisi lain, ini juga bertujuan menjaga mutu dan keamanan pangan nasional.
“Peredaran daging babi hutan yang tidak bersertifikat bisa meresahkan masyarakat, terutama jika disalahgunakan. Misalnya dengan mencampurkannya bersama daging ternak lain," tutup Sahat.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]