WahanaNews.co | Ahli Kesehatan spesialis penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam menyoroti Pendiri sekaligus Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia, Aji Rachmat Purwanto yang meninggal usai digigit ular king cobra.
Aji sempat dibawa ke Rumah Sakit dan akhirnya meninggal dunia, akibat bisa ular king cobra.
Baca Juga:
Edy Rahmayadi Kampanye Akbar di Labura: Fokus pada Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur
Menurut Prof Ari keselamatan seseorang tergigit ular berbisa (seperti King Cobra) membutuhkan penawar atau antidotum bisa ular.
Namun, Prof Ari menjelaskan kembali lagi dengan ketersediaan antidotum di Rumah Sakit tersedia atau tidak. Di mana tidak semua antidotum cocok untuk semua jenis bisa ular, sehingga perlu disesuaikan untuk menyelamatkan pasien.
"Maka yang jadi masalah adalah apabila kita tidak memiliki antidotum atau obat anti bisa tersebut. Jadi masalah kalau memang di rumah sakit tersedia anti bisa dan kebetulan juga cocok dengan bisa ular tersebut tentu pasien bisa tertolong, tapi kalau tidak tentu akan menjadi masalah," jelas Prof Ari seperti yang dimuat MNC Portal, Sabtu (18/2/2023).
Baca Juga:
Program KKS, Milik Semua Instansi dan Masyarakat Dairi
Terkait dengan itu, ia meminta agar masyarakat lebih berhati-hati karena king cobra sangat berbahaya. Sebab gigitan dari ular berbisa, jika tidak diselamatkan segera bisa fatal akibatnya.
Sebagaimana diketahui, setelah digigit ular, kondisi seseorang akan berproses untuk sampai ke kondisi kritis.
Dilansir Hopkins bahwa gejala pascatergigit ular berbisa, seperti keluarnya luka berdarah, pendarahan yang berlebihan dan kesulitan dengan pembekuan darah, tanda taring di kulit dan bengkak di lokasi gigitan, perubahan warna, seperti kemerahan dan memar, kejang, pusing, penglihatan kabur sampai pingsan, dan lain-lain.
"Kalau sistem pernapasan mungkin bisa digantikan ventilator, tapi kalau diserang saraf otak Ya kalau dalam waktu sekejap semua mungkin bisa terganggu. Jadi sekali lagi memang paling bahaya di dalam gigitan bisa ular adalah, apabila kita ke rumah sakit tidak mempunyai anti bisa ular tersebut, karena bisa menyebabkan kondisi pasien bisa fatal sampai menurun atau kematian ya," jelas Prof Ari.
Sehubungan dengan ketersediaan antidotum bisa ular, Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi menyebutkan memang ketersediaan antidotum masih terbatas. Sebab hanya tersedia di rumah sakit pusat (Provinsi).
"Iya saya ini masih di pusat sebagian stok, di rumah sakit provinsi," kata dr Nadia dalam keterangannya, Minggu (19/2/2023). [Tio/Sindonews]