WahanaNews.co | Belanda menambah daftar negara yang melaporkan telah mendeteksi kasus subvarian Omicron Centaurus BA.2.75 pada pertengahan Juli ini.
Keturunan Omicron yang dijuluki Centaurus ini pertama kali muncul di India pada Mei lalu.
Baca Juga:
Kenali Perbedaan Varian Covid EG.5, Delta dan Omicron
Sejak saat itu, subvarian baru Omicron ini telah menyebar ke sekitar 10 negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Australia.
“Sekarang (subvarian Centaurus) juga telah diidentifikasi di Belanda,” ujar Institut Kesehatan Masyarakat Nasional Belanda seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat (15/7/2022).
Penemuan kasus ini membuat sejumlah ilmuwan khawatir dikarenakan kemungkinannya menular cepat, serta lebih mampu menghindari kekebalan dari vaksin dan infeksi sebelumnya.
Baca Juga:
Muncul Varian Covid-19 di Denmark dan Inggris, Masyarakat Diminta Waspada
Kendati begitu, tidak ada bukti bahwa subvarian Centaurus tersebut menyebabkan penyakit yang lebih serius dibandingkan varian Omicron asli yang berkembang.
Sejauh ini masih belum banyak yang diketahui tentang BA.2.75, namun kemungkinan mutasi genetik membuat subvarian Omicron ini lebih mudah menghindari pertahanan yang dibangun terhadap SARS-CoV-2.
Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan menjelaskan, strain terbaru ini terus dilacak.
“Subvarian ini tampaknya memiliki beberapa mutasi di dominan pengikatan reseptor dari protein lonjakan, jadi kita harus memperhatikannya,” jelas Swaminathan.
Meski begitu, masih terlalu dini untuk mengetahui seberapa baik strain BA.2.75, subvarian Omicron Centaurus yang baru saja dilaporkan terdeteksi di Belanda ini dapat menghindari kekebalan atau seberapa tingkat keparahannya.
Lebih lanjut, Direktur Institut Kesehatan Global di Universitas Jenewa Antoine Flahault menjelaskan bahwa penyebaran BA.2.75 di India mengindikasikannya bisa lebih menular dibandingkan subvarian Omicron BA.5, yang telah mendorong gelombang baru di Eropa dan AS.
“Tampaknya menjadi strain dominan di India, dan apakah itu akan menjadi strain dominan di seluruh dunia,” papar Flahault.
Ia menambahkan, strain dominan sebelumnya seperti Delta, pertama kali mengambil alih negara tempatnya muncul sebelum menyebar ke seluruh dunia.
Kendati begitu, masih belum ada ketidakpastian bagaimana subvarian BA.2.12.1 menjadi strain dominan di AS tapi BA.5 berhasil saat keduanya datang dalam waktu tidak berselang lama.
Menurut Flahault, varian virus corona yang bermutasi secara berturut-turut membuat pengembangan vaksin untuk melawannya lebih sulit. Ini dikarenakan saat satu jab yang menargetkan varian tertentu siap diluncurkan, strain yang lebih baru telah mengambil alih.
Sampel yang dikumpulkan di wilayah utara Gelderland, Belanda pada 26 Juni lalu dipantau secara cermat. Awal bulan ini, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mendaftarkan BA.2.75 sebagai varian dalam pemantauan.
Sejauh ini masih terlalu dini untuk mengetahui tingkat keparahan dari infeksi subvarian Omicron BA.2.75.
Secara terpisah, seorang ahli penyakit menular dari University of East Anglia Profesor Paul Hunter menyampaikan, gelombang subvarian Centaurus BA.2.75 kemungkinan bisa menjadi yang paling tidak mematikan.
Hal tersebut tidak diharapkan menyerang Inggris sampai akhir tahun ini dikarenakan belum memperoleh pijakan yang cukup kuat untuk menggantikan subvarian Omicron BA.5.
Subvarian BA.2.75 adalah turunan substrain BA.2 Omicron yang menyebabkan gelombang terakhir Covid-19 pada April 2022.
Analisis awal menunjukkan bahwa varian Centaurus atau subvarian BA.2.75 lebih mudah menular dibandingkan BA.2 dan BA.5 yang mendorong kenaikan kasus di Inggris, tapi tidak ada bukti menunjukkan subvarian BA.2.75 lebih mungkin menyebabkan penyakit serius.
Dituliskan Marca, gejala subvarian Omicron Centaurus yang ditimbulkan secara umum mirip dengan varian Omicron lainnya seperti demam, kelelahan, sakit kepala, batuk, dan pilek.
Sementara itu, gejala berupa kehilangan penciuman (anosmia), kehilangan rasa (ageusia), muntah, dan diare telah terdeteksi pada subvarian BA.4 dan BA.5. [rin]