WahanaNews.co | Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan masih terus menjadi perbincangan semua orang termasuk anggota DPR RI ini.
Anggota DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengingatkan adanya aturan yang mengatur tentang kesehatan jiwa dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan.
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Bisa Perbaiki Reformasi di Bidang Pelayanan
"Masalah kesehatan jiwa atau gangguan jiwa yang berdasarkan berbagai data menunjukkan peningkatan prevalensi di Indonesia dari tahun ke tahun," kata Ledia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (29/04/2023).
Saat ini, RUU Kesehatan dibahas dengan pendekatan Omnibus Law dan diputuskan menjadi RUU inisiatif DPR RI pada rapat paripurna tanggal 14 Februari lalu.
Menurut dia, semua pihak menginginkan bahwa RUU itu menghadirkan pelayanan kesehatan yang merata, adil, dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Dapat Reformasi Pelayanan Kesehatan di Indonesia
"Artinya, mendukung upaya menghadirkan masyarakat yang sehat jiwa, raga, fisik, mental, dan tak ada yang terabaikan, termasuk mereka yang mengalami masalah kejiwaan," katanya.
Dia menjelaskan peningkatan prevalensi orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa meliputi mereka yang mengalami stres, depresi, demensia, gangguan makan, tidur, bipolar, hingga skizofrenia.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, serta lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Riset dari Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington terkait Global Burden of Disease (GBD) 2019 menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi tren peningkatan jumlah pengidap gangguan kesehatan mental dalam 30 tahun terakhir.
Sementara pada 2021, sumber Kementerian Kesehatan RI menyebutkan Indonesia memiliki prevalensi orang dengan masalah kesehatan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk.
Artinya, ada sekitar 20 persen dari populasi Indonesia yang berpotensi memiliki masalah kesehatan jiwa.
Ledia juga mengingatkan upaya preventif mendukung kesehatan jiwa, selain perlu diselaraskan dengan UU No 23 Tahun 2022 tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi, juga bisa dilakukan di fasilitas kesehatan primer. [Tio]