WahanaNews.co | Epidemiolog Indonesia dan peneliti
pandemi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman,
menyayangkan tidak adanya pengumuman bahwa Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Airlangga Hartarto, sempat terpapar Covid-19.
Diketahui,
Senin (18/1/2021), Airlangga mendonasikan plasma konvalesen di
Jakarta.
Baca Juga:
Pemerintah Beri Diskon Listrik dan Transportasi Selama Libur Sekolah
Padahal,
plasma konvalesenumumnya diambil dari orang yang pernah menderita atau
penyintas Covid-19 sebagai donor.
"Sangat
disayangkan, ya. Kan sebelumnya
sudah ada yang terbuka. Menteri lain, misalnya. Beberapa yang menyatakan terpapar," kata
Dicky, saat dihubungi wartawan, Senin
(18/1/2021).
Dicky
menyayangkan hal ini, karena sebelumnya para pejabat yang terpapar Covid-19 selalu
diinformasikan atau menginformasikan kepada publik.
Baca Juga:
Prabowo Siapkan Stimulus Ekonomi: Diskon Transportasi hingga BSU Kembali Bergulir
Dia
mengambil contoh para pejabat atau Menteri yang sempat terpapar Covid-19 dan diumumkan melalui
media massa.
Bahkan,
sebut dia, Presiden Joko Widodo pun pernah menginformasikan langsung
siapa para menterinya yang terpapar Covid-19.
"Bahkan, Pak
Presiden sendiri memberi contoh. Pak Jokowi memberi contoh ketika itu, dia
berkata, saya ketemu Menteri dan dia positif. Kan
begitu. Pak Presiden sendiri memberi contoh yang baik. Nah, ini harus dicontoh oleh para
menterinya," ucap Dicky.
Bukan
tanpa alasan, Dicky menilai bahwa tidak adanya pengumuman itu akan berkaitan
dengan keterbukaan pemerintah kepada publik.
Oleh
karena itu, ia kembali mengingatkan kepada pemerintah soal keterbukaan,
termasuk soal siapa saja pejabat yang terpapar Covid-19.
"Selalu
disampaikan bahwa keterbukaan itu ya dimulai dari" atau keteladanan dimulai dari
pejabat publik atau tokoh. Kalau tidak terbuka, ya bagaimana mau memberi
imbauan," ujarnya.
Ia
menekankan, tidak hanya para pejabat atau tokoh publik nasional yang harus
menjaga keterbukaan soal Covid-19.
Para
tokoh pejabat daerah pun harus melakukan hal serupa, kata dia.
"Oleh
karena itu, apabila memang terpapar, sangat penting untuk terbuka. Itu
bukan hanya karena dia pejabat publik untuk memberi contoh, tapi
sebagai pejabat publik yaitu bertemu banyak orang, ditemui banyak orang,"
ucap dia.
Sebab,
menurut dia, peran penting dari keterbukaan akan berkaitan pula dengan program tracing yang digiatkan pemerintah.
Ia
menilai, apabila tidak ada keterbukaan dari pemerintah atau pejabat publik,
maka program tracing juga tidak akan
optimal atau berhasil.
"Karena
tracing itu harusnya terbuka. Prinsip
dasar dari tracing itu terbuka atau
dibuka, gitu. Walaupun bisa saja orangnya pada level orang umum
tidak dibuka, tapi kalau pejabat publik ya dibuka, karena terlalu banyak orang
yang berkaitan dan bertemu," kata Dicky.
Sebelumnya,Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mendonasikan plasma konvalesen di Markas Palang Merah
Indonesia (PMI), Jakarta, Senin (18/1/2021).
Sebagaimana
diketahui, plasma konvalesen umumnya diambil dari orang yang pernah menderita
atau penyintas Covid-19 sebagai donor.
Plasma
tersebut nantinya digunakan untuk terapi penyembuhan mereka yang positif
Covid-19, dengan harapan penyintas Covid-19 yang menjadi donor itu sudah
membentuk antibodi.
Langkah
yang dilakukan Airlangga ini membuat publik bertanya-tanya, kapan
Ketua Umum Partai Golkar itu terkonfirmasi positif Covid-19?
Hingga
saat ini, pemerintah belum pernah mengumumkan kepada publik bahwa Airlangga Hartarto
pernah terinfeksi virus Corona. [dhn]