WahanaNews.co, Jakarta - Dokter Spesialis Anak yang menjadi Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Heru Muryawan Sp.A(K), menyoroti fakta bahwa tekanan darah tinggi bukan hanya menjadi masalah pada kalangan dewasa, namun juga dapat menimpa anak-anak.
Dr. Heru menjelaskan bahwa hipertensi pada anak memiliki sejumlah faktor risiko, mulai dari keturunan hingga masalah obesitas.
Baca Juga:
Punya Riwayat Stroke-Hipertensi, Pria Paruh Baya di Nias Utara Ditemukan Meninggal di Rumahnya
Dalam seminar media daring yang diikutinya pada Selasa (6/2/2024), dia menekankan bahwa anak-anak yang memiliki riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi memiliki risiko mengalami kondisi serupa.
Di samping itu, faktor lain seperti kelainan jantung bawaan, kurangnya aktivitas fisik, serta pola makan yang tinggi garam, lemak, dan gula juga dapat menjadi pemicu terjadinya hipertensi pada anak.
Selain itu, Dr. Heru mengingatkan bahwa anak-anak yang mengalami obesitas memiliki potensi yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi.
Baca Juga:
Tips Aman Konsumsi Daging Kambing Bagi Penderita Hipertensi
Hal ini juga berlaku untuk anak-anak yang lahir dengan berat rendah namun kemudian mendapatkan asupan makanan berlebihan, yang dapat meningkatkan risiko hipertensi pada usia dini.
"Jadi waspada apabila ada risiko yaitu ada obesitas, ada riwayat keluarga, ada berat lahir rendah ini harus waspada," pesan dia.
Adapun terkait faktor penyebab, kata dia, sebanyak 97,5 persen hipertensi pada anak disebabkan karena penyakit ginjal.
Sementara penyebab lainnya antara lain penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit syaraf, penyakit hormon, serta penyakit psikologis.
Lebih lanjut Heru menekankan pentingnya pemantauan kesehatan anak sejak dini. Anak-anak dengan faktor risiko dianjurkan untuk melakukan pengecekan tekanan darah setiap tahun sejak usia tiga tahun.
"Pokoknya screening di usia tiga tahun. Itu diukur kalau aman ya sudah tenang. Tapi kalau di usia tiga tahun dengan faktor risiko, itu dianjurkan setiap tahun sekali screening," kata dia.
Tak hanya sebagai masalah kesehatan anak, hipertensi pada masa anak-anak juga dapat berdampak pada kesehatan dewasa. Heru memperingatkan bahwa jika tidak ditangani dengan baik, hipertensi pada anak dapat berlanjut hingga dewasa.
Dalam menanggulangi faktor risiko, Heru menyarankan untuk melakukan modifikasi gaya hidup, seperti menurunkan berat badan untuk anak yang mengalami obesitas, mengadopsi diet rendah lemak dan garam, serta memberikan ASI eksklusif pada bayi.
"Lalu juga asupan makanan yang mengandung kalium dan kalsium. Tapi tidak usah dipikirkan karena kalau makanan itu sudah sesuai dengan makanan yang kita makan, ada lemak, ada protein, ada sayur, ada protein hewani, ada karbohidrat itu sudah cukup. Yang terakhir olahraga teratur," pungkas dia.
Skrining Hipertensi
Pada kesempatan lain, Prof DR Dr Partini P. Trihono, Sp.A(K) merekomendasikan anak menjalani pemeriksaan tekanan darah mulai usia tiga tahun sebagai skrining hipertensi atau tekanan darah tinggi.
"Biasanya kalau anak itu sehat, rekomendasinya melakukan pengukuran tekanan darah sebagai bagian dari pengukuran kesehatan secara umum dilakukan mulai usia tiga tahun," ujarnya, melansir Antara Rabu (7/2/2024).
Tetapi, apabila anak memiliki riwayat terlahir prematur, memiliki keluarga dengan hipertensi, ada kelainan ginjal bawaan dan sering alami infeksi saluran kemih maka pengukuran tekanan darahnya bisa dimulai sebelum usia tiga tahun.
Pakar nefrologi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo itu mengatakan, pengukuran pada anak apabila dilakukan bukan oleh dokter biasanya menggunakan alat pengukur tekanan darah yang terdiri dari dua bagian yakni manset yang sesuai atau alat yang dililitkan pada lengan dan mesin untuk membaca tekanan darah.
"Manset itu memenuhi minimum setengah panjang lengan atas anak mulai dari bahu sampai siku, idealnya dua per tiga dari panjang lengan atas," kata dia.
Pada orang dewasa, dalam mengevaluasi tekanan darah tinggi, biasanya menggunakan satu batas angka yakni di atas 140/90 mmHg, sementara pada anak, tekanan darahnya bisa berbeda-beda dipengaruhi jenis kelamin, usia dan massa otot tubuhnya.
Secara umum, tekanan darah pada anak laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Selanjutnya, terkait dengan faktor usia, semakin tua usia seorang anak, tekanan darahnya cenderung meningkat dalam kondisi normal.
Menurut penjelasan Partini, seorang anak dengan pembacaan tekanan darah 100/60 mungkin dianggap sebagai hipertensi jika anak tersebut berusia dua tahun dan perempuan.
Namun, ukuran yang sama mungkin belum dapat dikategorikan sebagai hipertensi jika ditemukan pada seorang anak berusia enam atau tujuh tahun dengan tinggi badan yang lebih besar.
Partini menekankan bahwa metode utama dalam pengukuran tekanan darah melibatkan penggunaan stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung saat tekanan diberikan dan dilepaskan secara perlahan.
Di sisi lain, alat pengukur tekanan darah berfungsi sebagai alat skrining dan bukan digunakan untuk keperluan diagnosis.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]