WahanaNews.co |Pemerintah membuat kebijakan yakni membekukan layanan pertanahan di wilayah sekitar Ibu Kota Nusantara alias IKN. Akibatnya, tanah warga di sekitar IKN tidak bisa dijual.
Anggota Ombudsman RI, Dadan S. Suharmawijaya mengatakan kebijakan tersebut menyisakan dampak secara ekonomis terhadap masyarakat sekitarnya.
Baca Juga:
Peralihan Sepihak SHM Tanah di Ceger, Pengamat: Ini Ulah Mafia Tanah
Dadan menjelaskan, dibekukannya layanan pertanahan tersebut membuat masyarakat tidak bisa melakukan peralihan atas tanahnya. Termasuk ketika mereka tengah membutuhkan pendanaan baik untuk urusan yang penting sekalipun seperti kesehatan hingga pendidikan.
"Kenapa tindakan korektif ini muncul, karena di sana, orang yang sakit butuh biaya, kemudian butuh uang pendidikan anaknya tidak punya aset lain kecuali aset tanah itu, sementara tidak boleh dialihkan," ujar Dadan dalam konferensi pers virtual, Kamis (27/7/2023).
Dadan menjelaskan, kebijakan untuk membekukan layanan pertanahan di IKN seperti di Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kabupaten Penajam Paser Utara memang bertujuan untuk mengantisipasi adanya spekulan tanah yang bermunculan dari adanya sentimen pembangunan IKN.
Baca Juga:
Kakantah Kota Surabaya I Didampingi Kakanwil BPN Jatim Terima Penghargaan dari Ombusman RI
Namun akhirnya kebijakan tersebut justru dinilai Dadan memukul rata seluruh aspek pelayanan pertanahan di wilayah IKN termasuk pendaftaran tanah baru untuk masyarakat.
Hal itu yang menurutnya OIKN bersama Pemerintah Daerah seharusnya bisa lebih spesifik memetakan mana tanah-tanah yang yang dibekukan, mana yang boleh dialihkan.
"Kami meminta OIKN melakukan pemetaan terhadap tanah yang terdaftar dan belum terdaftar di seluruh wilayah deleniasi IKN, salah satu penyebabnya memang data tanahnya dimilik siapa dan sebagainya ini segera dilengkapi," demikian ia menjelaskan.
Selain itu Ombudsman juga berharap kepada Pemerintah untuk bisa memberikan bantuan/program khusus kepada masyarakat di sekitar IKN yang terdampak langsung dari adanya kebijakan dan pembangunan tersebut.
"Kemudian mekanisme penyelesaian khusus, berupa prioritas penerimaan bantuan program/pendanaan dari pemerintah daerah dan/atau pemerintah pusat bagi masyarakat yang terdampak akibat kebijakan pengendalian peralihan hak atas tanah, khususnya bagi masyarakat yang terdampak ekonomi, yaitu mereka yang memiliki objek tanah dan merupakan satu-satunya aset yang dapat menyelesaikan kendala pemenuhan biaya pendidikan atau kesehatan," tutupnya.
[Redaktur: Zahara Sitio]