Berikutnya, adanya penyakit sistemik dan inflamasi sistemik,
gangguan sistem pembekuan darah yang terlalu aktif (koagulopati), dan infeksi
virus Corona langsung ke saraf. Lalu, mekanisme autoimun pasca infeksi dan
endoteliitis turut berpengaruh terhadap munculnya delirium pada pasien namun
dengan intensitas lebih jarang dibandingkan mekanisme yang lain.
Baca Juga:
Anda Jarang Berolahraga? Berikut Tips Cara Memulainya
Seberapa sering
delirium muncul pada pasien COVID-19?
Fajar menjelaskan bahwa gangguan neurologis dapat terjadi
pada sekitar 42,2 persen pasien COVID-19. Sementara manifestasi gangguan
neurologis tersering pada pasien COVID-19 adalah nyeri otot (44,8 persen),
nyeri kepala (37,7 persen), delirium (31,8 persen), dizziness (29,7 persen).
"Secara umum, delirium dialami pada 13-19 persen pasien
COVID-19," terangnya.
Baca Juga:
Jaksa Agung: Pengoplosan Pertamax di Masa Pandemi Bisa Berujung Hukuman Mati
Siapa yang mengalami?
Lebih lanjut Fajar menjelaskan delirium rentan terjadi pada
orang lanjut usia (lansia) atau di atas 65 tahun, terutama pada lansia yang
lebih lemah. Terdapat beberapa kondisi lain yang menyerupai delirium COVID-19
pada lansia.