WahanaNews.co | Buruknya kualitas udara di Jakarta kembali jadi sorotan. Sub Koordinator Kelompok Pemantauan Lingkungan Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rahmawati mengungkap sejumlah faktor yang menyebabkan perburukan kualitas udara di Ibu Kota.
Menurut Rahmawati, kualitas udara bisa memburuk secara periodik. Biasanya, udara Jakarta akan mengalami peningkatan konsentrasi polutan udara ketika memasuki musim kemarau, yaitu bulan Mei hingga Agustus.
Baca Juga:
DKI Jakarta Peringkat Kelima Terburuk Kualitas Udara Pasca-Libur Idul Fitri
"Konsentrasi rata-rata bulanan PM2,5 bulan April 2023 sebesar 29,75 µg/m³ menjadi 50,21 µg/m³ di bulan Mei 2023, namun konsentrasi tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan Mei 2019 saat kondisi normal yaitu sebesar 54,38 µg/m³," ujar Rahmawati dalam keterangannya, Kamis (8/6/2023).
Namun, peningkatan konsentrasi polutan bakal kembali menurun saat memasuki musim hujan bulan September hingga Desember. Hal tersebut terlihat dari tren konsentrasi PM2,5 tahun 2019 sampai 2023.
"Hujan akan membantu peluruhan polutan yang melayang di udara, sehingga ketika memasuki musim kemarau, hal tersebut (peluruhan polutan) tidak terjadi," ungkapnya.
Baca Juga:
Kualitas Udara Jakarta Hari Ini Urutan Sembilan di Dunia
Kemudian, kecepatan angin yang rendah di Jakarta menyebabkan stagnasi pergerakan udara, sehingga polutan udara akan terakumulasi selain itu juga dapat memicu produksi polutan udara lain seperti ozon permukaan (O3), yang keberadaannya dapat diindikasikan dari penurunan jarak pandang.
Lalu, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inverse dekat permukaan.
Dampak dari keberadaan lapisan inverse menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak kelapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring.