WahanaNews.co | Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang untuk menjerat perusahaan farmasi dalam kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).
Hal tersebut disampaikan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana usai Kejagung menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Polri.
Baca Juga:
Wajib Tahu, Ini Saran Dinkes Agar Kasus Gagal Ginjal Tak Muncul Lagi
Ketut menjelaskan dalam SPDP yang disampaikan oleh BPOM dan Polri belum ada tersangka yang diikutsertakan. Dia mengatakan Kejagung akan mendorong keduanya untuk juga menjerat ketiga korporasi itu.
"Jadi tiga perusahaan untuk SPDP tadi tapi belum menentukan tersangkanya siapa yang bertanggung jawab. Bahkan ke depan kita menyarankan melakukan gugatan keperdataan, untuk ganti rugi," ujarnya kepada wartawan, Rabu (16/11).
"Jadi dikenakan suatu tindak pidana sekaligus dilakukan gugatan keperdataan. Ganti rugi kepada negara atau kepada korban," sambungnya.
Baca Juga:
BPKN Laporkan 8 Temuan soal Kasus Gagal Ginjal Akut
Lebih lanjut, Ketut mengatakan kemungkinan menjerat korporasi tersebut juga dimungkinkan lewat pasal yang dikenakan oleh BPOM dan Polri. Pasalnya dalam kasus ini Ketut menilai perusahaan farmasi tersebut mengedarkan obat-obatan ilegal.
"Karena kalau dilihat secara Pasal ini tidak ada izin edar. Peredaran obat-obatan ini termasuk peredaran obat-obatan ilegal," tuturnya.
Menurut Ketut, bukan tidak mungkin penyidikan kasus gagal ginjal tersebut masih akan terus berkembang. Ada dua sampai tiga SPDP lainnya yang akan diterima Korps Adhyaksa dalam waktu dekat.
"Kemungkinan bertambah iya. Mudah-mudahan bertambah, dari informasi yang tadi didengar kemungkinan jadi enam atau lima," jelasnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya mengatakan berdasarkan data yang dilaporkan dari seluruh rumah sakit di 28 propinsi menunjukkan hasil pemeriksaan yang konsisten, yakni faktor risiko terbesar penyebab GGAPA adalah toksikasi dari EG dan DEG pada obat sirop.
Sementara itu, jumlah temuan kasus GGAPA di Indonesia telah mencapai 324 orang per Selasa (15/11). Ratusan kasus itu tersebar di 28 provinsi Indonesia dengan kasus kematian ditemukan pada 199 anak.[sdy]