WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki peran sentral dalam mengawasi pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurutnya, fungsi pengawasan ini sangat penting untuk menjamin mutu serta keamanan pangan yang disediakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bagi para pelajar di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Buntut Keracunan Massal, Pemerintah Minta Puskesmas dan UKS Pelototi SPPG Produksi MBG
Dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis (2/10/2025), Menkes Budi menjelaskan bahwa pengawasan dilakukan secara sistematis melalui standardisasi laporan, sertifikasi keamanan pangan, hingga penerapan mekanisme pengawasan berlapis.
“Kita ingin melakukan standardisasi dari laporan dan angka-angka kejadian kasus,” ujarnya.
Kemenkes juga bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mengonsolidasikan data harian dan mingguan terkait potensi keracunan.
Baca Juga:
Menkes Budi: Deteksi Dini Kanker Paru Jadi Prioritas, CT Scan Didistribusikan ke Seluruh Kota
Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan publikasi berkala seperti yang pernah dilakukan saat pandemi COVID-19, sehingga masyarakat dapat terus memantau perkembangan program.
Dalam aspek sertifikasi, pemerintah akan menerapkan tiga standar utama: Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) untuk manajemen risiko pangan, serta sertifikasi halal.
Sertifikasi ini dikoordinasikan oleh Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta BGN melalui sistem terpadu.
Pemerintah juga menyiapkan mekanisme percepatan sertifikasi agar distribusi makanan tidak terhambat.
Selain pengawasan internal, Kemenkes turut menyiapkan mekanisme pengawasan eksternal. Menkes Budi menegaskan, “Peran Kemenkes secara gotong royong di sini adalah nanti kita akan melakukan pengawasan eksternal kepada para pelaksana strategi ini.”
Dalam praktiknya, Kemenkes akan menggandeng Kementerian Dalam Negeri, TNI/Polri, dan aparat daerah untuk melakukan pemantauan rutin di lapangan.
Lebih jauh, Kemenkes menyiapkan gugus cepat tanggap di tiap daerah yang melibatkan Dinas Kesehatan, rumah sakit umum daerah, hingga unit Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Dengan adanya tim ini, pemerintah berharap setiap kasus luar biasa, termasuk keracunan massal, dapat segera direspons.
Tidak hanya mengawasi proses produksi makanan, Budi juga menekankan pentingnya pengawasan di titik penerima, yaitu sekolah dan madrasah.
Untuk itu, Kemenkes berkoordinasi dengan Kemendikdasmen serta Kementerian Agama guna melibatkan UKS dalam memeriksa kondisi makanan sebelum dikonsumsi.
“Setidaknya begitu makanan datang, kita bisa ajarin warnanya ada yang berubah, baunya aneh atau tidak,” ucap Menkes Budi.
Program pemantauan status gizi siswa juga masuk dalam agenda pengawasan.
Setiap enam bulan, Kemenkes akan melakukan pengukuran tinggi dan berat badan siswa dengan sistem pencatatan by name by address sebagai bahan evaluasi program MBG.
Selain itu, cakupan survei gizi tahunan yang sebelumnya hanya fokus pada stunting akan diperluas.
“Survei gizi nasional ini nanti akan ditambah untuk anak-anak di atas lima tahun khususnya anak sekolah,” lanjut Budi.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan bahwa kepatuhan terhadap standar sertifikasi merupakan syarat mutlak dalam pelaksanaan program.
Sejak 20 Juni 2025, BGN sudah mengeluarkan keputusan agar setiap penyedia pangan melengkapi SLHS bekerja sama dengan Kemenkes.
“Selain SLHS, kami juga sedang mempersiapkan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point yang lebih menekankan pada aspek keamanan dan proses pangan. Nantinya sertifikasi HACCP dilakukan lembaga berwenang yang diakui Komite Akreditasi Nasional,” ujar Dadan.
Dengan pengawasan ketat dari hulu hingga hilir, pemerintah berharap Program Makan Bergizi Gratis tidak hanya memastikan keterjangkauan pangan sehat, tetapi juga menjadi upaya nyata dalam meningkatkan kualitas gizi generasi muda Indonesia.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]