WahanaNews.co | Tak dapat dipungkiri, pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya memperhatikan asupan gizi anak masih rendah. Masih jamak orangtua memberi makananak dengan tujuan agar kenyang.
Padahal, ada yang lebih penting, yakni mencukupi kebutuhan nutrisi agar anak sehat secara fisik, serta memilikiperkembangan otak yang optimal. Di masa mendatang, anak-anak yang mendapat kecukupan gizi dimasa kecil memiliki kemampuanuntuk bersaing secara global.
Baca Juga:
Pemkab Taput Diseminasi Kasus Untuk Percepatan Penurunan Stunting
Adalah sejumlah elemen masyarakat yang dalam beberapatahun terakhir memilikiperhatian lebih terhadap persoalan medasar ini. PP Aisyiyah misalnya. Organisasi masyarakat dengan ratusan ribu kader yang tersebar di seluruh Indonesia ini secara aktif mengajak kader nya untuk lebih waspada dalam hal pemberian makanan dan minuman untuk anak.
Salah satu persoalan yang menjadi perhatian organisasi perempuan ini masih ditemukannya kebiasaan mengkonsumsi kental manis yang dijadikan sebagai minuman susu untuk anak. Meskipun sudah ada ketentuan untuk tidak menggunakan produk ini sebagai minuman susu untuk anak, namun masyarakat seolah abai dengan tingginya kandungan gula dalam produk.
Maka tidak heran, empat tahun pasca dikeluarkannya PerBPOM no 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang didalamnya memuat aturan label, promosi dan penggunaan SKM, jenis susu ini masih menjadi yang tertinggi dikonsumsi oleh rumah tangga.
Baca Juga:
Khawatir Long Covid, PB IDI Minta PTM Terus Diawasi
Salah satunya terlihatmelalui laporan Badan Pusat Statistik Jawa Timur (BPS Jatim) mengenaiPengeluaran untuk KonsumsiRumah Tangga Provinsi Jawa Timur 2021, menyebutkan penduduk Jawa Timur lebih banyak mengonsumsi susu kental manis dibandingkan jenis susu bubuk.
Dalam satu bulan, setiap pendudukJawa Timur mengonsumsi susu kental manis sebesar 0,17 kg, di perkotaan sebesar 0,18 kg lebih banyak dibanding di perdesaan sebesar 0,16 kg.
“Konsumsi susu pada tahun 2021 tidak mengalami peningkatan, justru pada komoditi susu bubuk turun tidak terlalu signifikan dan terjadi di perdesaan,” jelas Kepala Badan Pusat StatistikJawa Timur (BPS Jatim), DadangHardiwan seperti dilansirdari laman resmi BPS.