Pemeriksaan ini juga berlaku untuk konsultasi jarak jauh atau konsultasi melalui telemedicine seperti yang tengah marak dilakukan saat ini.
"Dokter kalau mendiagnosis harus detail, mulai dari pemeriksaan fisik, bertanya soal gejala. Tentu saja tidak ada kata sembarangan," kata dia.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Lantas kenapa semakin banyak orang yang terkena resistensi antibiotik?
Menurut Anis, alasan semakin meningkatnya kasus resistensi antibiotik ini bukan karena pemberian antibiotik oleh dokter. Tapi karena semakin maraknya antibiotik yang dijual bebas dan bisa dibeli tanpa resep dokter.
Obat warung kata dia, banyak mengandung antibiotik. Misal seorang pasien menderita sakit gigi, dia bisa saja membeli obat warung atau obat lainnya yang diklaim bisa untuk menyembuhkan sakit kepala atau flu.
Baca Juga:
Simak! Ini Daftar Obat yang Tidak Boleh Dikonsumsi Setelah Minum Susu
Namun, dengan diagnosa sendiri dan juga jumlah yang tak terkontrol, hal ini bisa membuat mikroba atau penyakit yang bersarang di tubuh pasien mengalami resistensi terhadap obat-obat tertentu.
"Makanya ada aturan yang harus makin diperketat tentang jual beli obat-obatan ini. Terutama untuk obat-obat yang mengandung antibiotik," kata dia. [ast]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.