WahanaNews.co | RSPI Sulianti Saroso memaparkan, pasien Omicron yang dirawat rata-rata mengalami gejala ringan atau tanpa gejala. Tetapi ada gangguan lain yang muncul pada beberapa pasien yaitu hiperkoagulasi. Hiperkoagulasi atau dikenal dengan istilah sindrom kekentalan darah merupakan keadaan klinis gangguan pembekuan darah.
Dokter lulusan Universitas Padjajaran Bandung Dicky Budiman menjelaskan, hiperkoagulasi adalah dampak khas dari Covid-19. Gangguan ini memicu potensi kerusakan organ tubuh karena sirkulasi darah menjadi tidak lancar.
Baca Juga:
Kenali Perbedaan Varian Covid EG.5, Delta dan Omicron
Asupan oksigen, nutrisi pada jaringan tubuh, apalagi organ vital tentu menjadi terganggu. Sehingga, dampak lain dari hiperkoagulasi adalah potensi keluhan jantung dan stroke.
"Ini tentu tidak menyehatkan karena ketika darah itu kental, ya potensi terjadinya kerusakan organ karena darah menjadi tidak lancar," kata Dicky, Kamis (30/12).
Penyebab gangguan hiperkoagulasi biasanya lantaran kerusakan intravaskuler di pembuluh darah. Masalah ini harus diperhatikan oleh para penderita Covid-19, meskipun tanpa gejala atau gejala ringan.
Baca Juga:
Muncul Varian Covid-19 di Denmark dan Inggris, Masyarakat Diminta Waspada
Dicky mengatakan proses penyembuhan tidak mudah, penuh kehati-hatian dan membutuhkan waktu lama. Penderita Covid-19 yang mengalami hiperkoagulasi diharuskan dirawat di rumah sakit.
"Sebetulnya harus melakukan kontrol walaupun tidak bergejala juga. Nah ini yang membedakannya dengan flu," ujar dia.
Sebab, kata Dicky, penderita hiperkoagulasi memerlukan pemantauan rutin dan pemeriksaan laboratorium seperti Prothrombin Time atau D-dimer.
"Umumnya setelah dirawat, dia harus minum terus obat anti koagulannya itu. Biasanyanya beberapa minggu ke depan, hampir 3 bulan. Nah ini kalau tidak terdeteksi, dampaknya panjang. Itu yang saya sebut long Covid dan akhirnya berdampak menurunkan kualitas," papar Dicky.
Tak hanya pasien terjangkit Omicron, Data dari rumah sakit center menunjukkan bahwa pasien Covid-19 hampir 80 hingga 90 persen mengalami gangguan koagulasi. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto mengatakan koagulasi menjadi salah satu penyebab pasien Covid-19 meninggal dunia.
Menurut Agus, Covid-19 menyerang organ-organ penting pada tubuh manusia. Penularan bermula saat menusia terpapar virus Sars-Cov2 melalui droplet. Virus tersebut kemudian masuk ke dalam tubuh dan menempel pada reseptor ACE2.
"Nah, ACE2 ini banyak di epitel napas, paru, bahkan di pembuluh darah, jatung dan reseptor otak, ginjal, saluran pencernaan juga ada," jelasnya.
Mayoritas Covid-19 menyerang saluran napas bawah dan paru manusia. Namun pada kasus tertentu, Covid-19 bisa menyerang reseptor pada bagian tubuh lain.
Ketika Covid-19 menempel pada saluran napas bawah dan paru, maka terjadi inflamasi atau radang kronik. Karena virus tersebut merusak paru.
"Di paru terjadi lah namanya pneumonia, radang paru ini menyebabkan terjadinya oksigen tidak bisa masuk," kata Agus.
Setelah oksigen tidak bisa masuk ke dalam paru, pembuluh darah mengalami kerusakan. Kerusakan pembuluh darah bisa berujung pembekuan darah atau koagulasi.
"Kerusakan pada darah sendiri akan menyebabkan terjadinya namanya koagulasi gangguan pembuluh darah," sambungnya.
Kementerian Kesehatan melaporkan kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia mencapai 68. Bertambah 21 kasus dari data Selasa (28/12) kemarin masih 47 pasien.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, mayoritas kasus Omicron merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki riwayat perjalanan ke Turki.
"Perjalanan keluar ini terutama memiliki riwayat terbanyak adalah dari negara Turki. Negara lainnya adalah satu atau dua kasus," katanya dalam konferensi pers, beberapa waktu lalu.
Selain Turki, beberapa kasus Omicron memiliki riwayat perjalanan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, London, dan Amerika Serikat. Melihat riwayat perjalanan kasus Omicron, Nadia mengimbau WNI menahan diri untuk bepergian keluar negeri.
Terutama pada negara-negara yang mengontribusi kasus Omicron terbanyak di Indonesia. Nadia menambahkan, sebagian besar kasus Omicron yang terdeteksi sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap.
Mayoritas kasus Omicron ini tidak menunjukkan gejala atau asimtomatik. Hanya sebagian kecil yang bergejala ringan. [qnt]