WahanaNews.co | Satu dari sepuluh orang Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
"Di Indonesia itu, satu dari sepuluh orang yang terdeteksi. Deteksi dini gangguan jiwa saya kira lemah sekali, belum advance," ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Selasa (7/11/2023).
Baca Juga:
RSCM Jakarta Catat Seejarah, Sukses Operasi Pasien Pakai Teknologi Robotik
Menkes Budi mengatakan gangguan kesehatan jiwa saat ini menjadi sorotan dunia. Jika dibandingkan, satu dari delapan orang dunia atau sekitar 910 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Dia mengategorikan gangguan kesehatan jiwa menjadi tiga jenis, yakni anxiety yang ditandai dengan perasaan resah dan tidak tenang, depresi, dan pada tahap akhir menjadi skizofrenia.
"Kalau anxiety nggak dirawat, jadi depresi. Gak dirawat lagi, jadi skizofrenia. Kalau sudah skizofrenia, masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ) susah untuk diobati, kayak kanker stadium akhir," katanya.
Baca Juga:
Kasus Bullying PPDS, Menkes Minta Semua Fakultas Kedokteran Investigasi
Menkes Budi menilai pencegahan gangguan kesehatan jiwa sudah harus dilakukan pada tahap anxiety, dengan berbagai metode klinis dan konsultasi. Untuk itu, secara bertahap Kemenkes berupaya untuk memberikan layanan kesehatan jiwa yang optimal.
Salah satunya, kata dia, yakni melalui skrining kesehatan jiwa yang dapat dilakukan di Puskesmas. Data Kemenkes melaporkan sebanyak 77 persen kabupaten/kota di Indonesia telah melakukan skrining kesehatan jiwa di Puskesmas.
Meski demikian, saat ini baru terdapat sekitar 6,8 juta jiwa di Indonesia yang melakukan skrining. Hal tersebut masih jauh dari target skrining pada 2023 ini yakni sekitar 31,3 juta jiwa.
Untuk itu, Menkes berharap masyarakat berperan aktif dalam membantu menangani kasus gangguan kesehatan jiwa yang ada di Indonesia dengan turut serta melakukan skrining kesehatan jiwa.
Menkes mengungkapkan keterlibatan komunitas dalam penanganan masalah kesehatan jiwa, sebagaimana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyerukan kesehatan mental untuk ditangani oleh komunitas, bukan RSJ.
"Karena memang itu strategi kuno, sekarang di dunia gak ada RSJ. Jadi trennya gak begitu lagi karena orang berobat ke RSJ sudah menjadi stigma. Oleh WHO, mental health didorong kembali ke komunitas, kalau bisa penanganannya di Rumah Sakit Umum yang ada bangsal jiwanya," tutup Menkes Budi Gunadi Sadikin.
[Redaktur: Zahara Sitio]