Padahal, kata dia, uang senilai itu bisa dialihkan buat beli protein hewani yang sangat dibutuhkan anak-anak untuk tumbuh dan terhindar dari stunting.
"Kalau mau berkontribusi untuk stunting, para orang tua tidak usah merokok, dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur," ujarnya.
Baca Juga:
Kesulitan Berhenti Merokok? Konsultasi Psikiater dan Ahli Kesehatan Jiwa di Klinik
Sementara itu, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Maxi Rein Rondonuwu menambahkan konsumsi rokok dan hasil tembakau mempunyai dampak terhadap sosial ekonomi dan kesehatan.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasioanl (Susenas) 2021 menjelaskan bahwa pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk kebutuhan protein di keluarga.
"Berdasarkan data tersebut belanja rokok merupakan belanja terbesar kedua di keluarga, dan tiga kali lebih tinggi daripada beli telur," jelas dr. Maxi.
Baca Juga:
3 Cara Berhenti Merokok di Momen Ramadan
Penelitian juga pernah dilakukan Rumah Sakit Persahabatan kepada tiga kelompok bayi yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok, perokok pasif, dan perokok aktif.
Dari penelitian tersebut, perwakilan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dr. Feni Fitriani Taufik menjelaskan bahwa hasilnya plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif itu sama-sama ditemukan nikotin.
Kemudian, ketika lahir, panjang dan berat badan bayi jauh lebih kecil dan lebih pendek ketimbang bayi yang lahir dari ibu yang tidak merokok.