WahanaNews.co | Pandemi Covid-19 jadi pengalaman yang menyedihkan, sekaligus tak menyenangkan bagi semua orang.
Namun ancaman terbesar kesehatan masyarakat bukan hanya timbul karena virus corona.
Baca Juga:
Basuki: Penundaan Kenaikan Tarif Tol Akibat Pandemi, Tak Selalu Salah Pemerintah
Sebuah studi terbaru membeberkan bagaimana karantina wilayah atau lockdown berpengaruh pada otak remaja.
Dalam studi terungkap, remaja yang dipindai otaknya setelah periode lockdown yang lama menunjukkan penuaan otak yang lebih cepat dibandingkan dengan remaja yang dipindai sebelum pandemi.
"Kami sudah tahu dari penelitian global, bahwa pandemi telah berdampak buruk pada kesehatan mental di masa muda. Tetapi kami tak tahu pengaruhnya secara fisik pada otak mereka," kata Ian Gotlib, penulis studi ini.
Baca Juga:
Sri Mulyani Sampaikan Perkembangan Perekonomian Indonesia 10 Tahun Terakhir
Mengutip IFL Science, Rabu (7/12/2022) dalam studi ini, peneliti membandingkan pemindaian otak dari 82 remaja yang dilakukan pada Maret 2022 dengan otak 81 remaja yang dipindai sebelum pandemi. Peneliti melihat sesuatu yang mencolok.
"Kami menemukan, bahwa kaum muda pasca pandemi memiliki masalah kesehatan mental yang lebih parah, ketebalan kortikal yang berkurang, volume hipokampus dan amigdala yang lebih besar, serta usia otak yang lebih tua," tulis para peneliti.
Biasanya, ukuran hipokampus dan amigdala membesar selama masa remaja, sedangkan korteks menipis.
Namun, proses yang terjadi pada remaja selama lockdown menunjukkan percepatan perkembangan otak yang mengkhawatirkan.
"Tampaknya pandemi tak hanya berdampak buruk pada kesehatan mental remaja, tetapi juga mempercepat pematangan otak mereka," tambah peneliti.
Umumnya, penuaan otak dini semacam itu hanya terlihat pada anak-anak yang mengalami kesulitan kronis seperti penelantaran, kekerasan, dan disfungsi keluarga.
Pengalaman masa remaja yang negatif seperti itu dikaitkan dengan kesehatan mental yang lebih buruk di kemudian hari.
Namun, pada kasus perubahan otak yang disebabkan oleh lockdown, peneliti menyebut tak yakin dengan dampak yang ditimbulkan dalam jangka panjang. Gotlib juga mengatakan tidak jelas apakah perubaan itu permanen.
"Untuk orang berusia 70 atau 80 tahun, Anda akan mengharapkan beberapa masalah kognitif dan ingatan berdasarkan perubahan di otak, tetapi apa artinya bagi anak berusia 16 tahun jika otak mereka menua sebelum waktunya, itu yang belum diketahui," papar Gotlib.
Selain perubahan fisik yang terlihat pada otak, kelompok remaja dalam studi juga memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, peneliti berencana untuk terus mengikuti kelompok tersebut selama beberapa tahun mendatang, untuk melihat apakah pandemi telah secara permanen mengubah lintasan perkembangan otak dan kesehatan mereka.
Penelitian dipublikasikan dalam jurnal Biological Psychiatry: Global Open Science. [rna]