WAHANANEWS.CO, Belitung - RSUD Marsidi Judono, Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung (Babel), angkat bicara terkait dugaan kesalahan transfusi darah yang berujung pada kematian seorang pasien.
Dikutip dari Antara, Minggu (16/3/2025), pasien awalnya datang ke rumah sakit dengan keluhan demam dan lemas yang sudah berlangsung selama seminggu.
Baca Juga:
Terkait Beredarnya Video Berisi Komplain Pasien, Ini Penjelasan Humas RSUD
Setelah menjalani pemeriksaan, dokter menyimpulkan bahwa pasien memerlukan transfusi darah.
Pada dua transfusi pertama, pasien menerima darah bergolongan B rhesus positif sesuai hasil pemeriksaan awal.
Namun, pada transfusi ketiga, pemeriksaan ulang menunjukkan golongan darah pasien berubah menjadi A rhesus positif. Tak lama setelahnya, pasien meninggal dunia.
Baca Juga:
Dr. Elizabeth Yasmine Wardoyo: Nyeri Pinggang Bukan Pertanda Gagal Ginjal
Direktur RSUD Marsidi Judono, dr. Ratih Lestari Utami, memberikan klarifikasi pada Sabtu (15/3/2025).
Ia menjelaskan bahwa pasien tiba di IGD rumah sakit pada 10 Februari 2025 pukul 18.15 WIB dengan kondisi demam, lemas, dan mual.
Pasien juga memiliki riwayat pemasangan Water Sealed Drainage (WSD) di rumah sakit lain pada 2 Februari 2025 untuk mengeluarkan cairan di lapisan paru-paru.
"Saat diperiksa di IGD, ditemukan cairan merembes dari lokasi pemasangan WSD. Secara klinis, pasien tampak kuning dengan bercak-bercak perdarahan tipis di bawah kulit, terutama di lengan, dada, dan perut," ujar Ratih.
Hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya penumpukan cairan di paru-paru kanan serta pembesaran jantung.
Tes laboratorium juga mengungkap bahwa pasien mengalami peningkatan sel darah putih, hemoglobin rendah, reaktif terhadap hepatitis B, serta gangguan fungsi ginjal.
Pada 11 Februari 2025, pasien dipindahkan ke ruang rawat dan dijadwalkan menjalani transfusi darah sebanyak satu labu per hari.
Sesuai prosedur, petugas mengambil sampel darah pasien, mencatat identitasnya, dan mengirimnya ke PMI untuk pemeriksaan golongan darah serta pencocokan dengan darah pendonor.
"Hasilnya menunjukkan pasien memiliki golongan darah B rhesus positif, sesuai dengan darah pendonor. PMI kemudian menyerahkan darah tersebut kepada keluarga pasien untuk dibawa ke rumah sakit dan diberikan kepada petugas ruangan," jelasnya.
Sebelum transfusi, petugas kembali memeriksa kesesuaian nomor kantong darah dengan identitas pasien, memastikan gelang pasien sesuai dengan data rekam medis.
Transfusi pertama dilakukan pada 11 Februari 2025 pukul 15.30 WIB tanpa reaksi yang mencurigakan.
Keesokan harinya, pemeriksaan ulang menunjukkan bahwa hemoglobin pasien tetap rendah, sementara sel darah putih dan trombosit masih meningkat.
Dokter memutuskan untuk melakukan transfusi kedua pada 12 Februari 2025 pukul 10.30 WIB, yang juga berlangsung tanpa masalah.
Namun, pada 13 Februari 2025, saat hendak melakukan transfusi ketiga, dilakukan pemeriksaan ulang yang mengungkap bahwa golongan darah pasien berubah menjadi A rhesus positif.
"Kami melakukan tiga kali pengambilan sampel darah baru untuk memastikan hasilnya. Ketiga pemeriksaan ulang menunjukkan bahwa golongan darah pasien adalah A rhesus positif," ungkap Ratih.
Pihak rumah sakit segera memberitahukan keluarga pasien dan melakukan investigasi.
Setelah ditelusuri oleh dokter spesialis patologi klinik dan dokter spesialis penyakit dalam, ditemukan bahwa semua prosedur pengambilan sampel, pengelolaan darah, serta pemantauan transfusi telah sesuai standar.
Menurut Ratih, perubahan golongan darah ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang mengeluarkan enzim tertentu sehingga mengubah antigen A menjadi antigen B.
"Secara ilmiah, perubahan golongan darah ABO dapat terjadi akibat infeksi. Bakteri dalam tubuh pasien menghasilkan enzim yang mengubah antigen A menjadi B, sehingga pemeriksaan awal menunjukkan golongan darah B. Jika infeksi teratasi, golongan darah akan kembali ke A," pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]