WahanaNews.co | Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan data bahwa tuberkulosis (TBC) masuk dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 969.000 orang dengan TBC di Indonesia, dan sekitar 75 persen di antaranya telah dilaporkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di tahun 2022.
Baca Juga:
Pemprov Banten Tunggu Kebijakan Kemenaker Terkait Penetapan UMP Akhir 2024
Kelompok usia yang paling banyak terinfeksi TBC adalah usia produktif (15-54 tahun) yang merupakan tenaga kerja.
Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah mengaku perlunya ada dukungan dari segenap pihak sebagai upaya mengeliminasi TBC di tempat kerja.
"Stigma terkait penyakit ini membuat perusahaan maupun tenaga kerja merasa malu dan menghambat akses perawatan dan pencegahan TBC," ujar Ida kepada wartawan, Rabu (26/7/2023).
Baca Juga:
Instruksi Tegas Presiden Prabowo: Tak Ada PHK di Sritex Meski Dinyatakan Pailit!
Kementerian Kesehatan RI mencatat jenis pekerjaan yang paling banyak terinfeksi TBC Sensitif Obat (SO) adalah buruh (54.800), petani (51.900), dan wiraswasta (44.200).
Sedangkan TBC Resisten Obat (RO) didominasi oleh wiraswasta (751), buruh (635), dan pegawai swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (564).
Selain menyebabkan masalah kesehatan, pekerja yang mengalami TBC juga berisiko kehilangan pekerjaan dan pendapatan rata-rata selama 3-4 bulan.
Indonesia sendiri telah memiliki Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2022 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di tempat kerja untuk menjadi payung hukum bagi pekerja yang terdiagnosis TBC.
Permenaker tersebut bertujuan supaya pekerja tidak mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan.
"Para pekerja dan perusahaan tidak perlu khawatir terkait pembiayaan pengobatan TBC karena sudah disediakan gratis di puskesmas dan rumah sakit pemerintah. Apabila terdapat pekerja yang positif TBC sangat disarankan untuk melakukan pengobatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah terdekat," jelasnya.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, TBC merupakan penyakit yang menyebabkan kematian lebih dari Covid-19.
“Saat ini 245.000 orang dengan TBC belum ditemukan, artinya penularan terus terjadi. TBC tidak bisa ditangani sendirian oleh Kemenkes. Penanganannya membutuhkan gerakan kolaboratif yang inklusif, termasuk oleh sektor swasta dan di tempat kerja, sesuai tema dialog malam ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Presiden Harvard Club Indonesia (HCI) Melli Darsa mengatakan,
TBC merupakan salah satu penyakit yang perlu ditanggulangi dengan serius. Pasalnya, memiliki potensi penyebaran yang masif dan dapat memengaruhi kesehatan dan produktivitas, bahkan keberlanjutan dari sebuah perusahaan.
"Penanggulangan TBC di tempat kerja karena kesehatan adalah bagian tak terpisahkan dari Hak Asasi Manusia. Setiap pelaku industri harus mengedepankan kesadaran dan kesehatan para karyawan, termasuk dalam pencegahan dan penanggulangan TBC di lingkungan kerja,” kata Melli.
Melli mengajak seluruh komponen bangsa untuk berkontribusi dalam memberikan solusi
terhadap berbagai permasalahan bangsa, salah satunya TBC.
“Indonesia Emas 2045 diawali dengan manusia Indonesia yang sehat. Ini menjadikan isu TBC sebagai isu strategis nasional yang solusinya membutuhkan pendekatan holistik mencakup formulasi kebijakan, inisiatif promotif, tindakan preventif dan kuratif, serta pendidikan yang luas. HCI mengajak seluruh pihak dan insan terbaik Indonesia untuk turut untuk berkontribusi dan bahu-membahu menuntaskan TBC di Indonesia,” tutup Melli.
[Redaktur: Zahara Sitio]