WahanaNews.co | Ikatan
Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengingatkan pemerintah agar lebih serius
dan maksimal melaksanakan program vaksinasi Covid-19 sejak proses memilih
vaksin, penyelenggaraan, hingga proses pemantauan. Proggram ini mulai bergulir,
Rabu (13/1). Hal itu diungkapkan Ketua IAKMI, Ede Surya Darmawan.
"Jangan kemudian vaksin ini untuk melengkapi saja, padahal
ini salah satu instrumen untuk melakukan pencegahan penyakit, agar mencegah
pandemi ini jangan sampai meluas," kata Ede, Kamis (14/1).
Baca Juga:
Dampak Kejam Blokade Israel, 600 Ribu Anak Palestina Berisiko Lumpuh
Ede mengatakan tingkat penerimaan masyarakat atas program
vaksinasi Covid-19 itu sendiri tak lepas dari akuntabilitas dan keseriusan
pemerintah dalam prosesnya.
"Penolakan yang terjadi karena dua. Satu karena dia
tidak tahu sama sekali apa itu vaksin. Kedua, dia tahu, tapi informasi salah.
Disini lah pemerintah harus luruskan informasi itu dengan benar, dan
menunjukkan bahwa yang dikerjakan sesuatu yang sangat serius. Sehingga
masyarakat yakin," ujarnya.
Lebih lanjut, meski program vaksinasi mulai dilakukan, ia
tetap meminta pemerintah agar meningkatkan kapasitas pengetesan dan penelusuran
risiko infeksi Covid di masyarakat.
Baca Juga:
Pemerintah AS Berencana Setop Dana Vaksin Global untuk Negara Berkembang
Dalam kasus penyakit menular itu, kata dia, prinsip yang
utama adalah menemukan kasus, mengisolasi dan menyembuhkan agar jangan sampai
menularkan.
"Di sisi lain tetap preventif dilakukan, harus ada
perubahan perilaku masyarakat, menerapkan 3M. Itu paketnya baru pandemi
berakhir," ujar Ede.
Terkait program vaksinasi, sebelumnya Anggota DPR Komisi IX
dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning
mengungkapkan penolakan di depan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan
Kepala BPOM Penny Lukito.
"Kedua, kalau persoalan vaksin saya tetap tidak mau
divaksin maupun sampai yang 63 tahun bisa divaksin, saya sudah 63 tahun nih.
Mau semua yang usia boleh, tetap, misalnya hidup di DKI Jakarta semua anak cucu
saya dapat sanksi Rp5 juta mending saya bayar," ujarnya dalam rapat kerja
Komisi IX DPR dengan Menkes dan Kepala BPOM, Selasa (12/1).
"Jadi, jangan main-main vaksin ini, saya yang pertama
bilang saya yang pertama menolak vaksin. Kalau dipaksa pelanggaran HAM tidak
boleh memaksa begitu," imbuhnya. [dhn]