WahanaNews.co | Penggunaan rokok elektrik atau vape kian tinggi lantaran dianggap lebih aman dari rokok biasa.
Rokok ini juga digunakan berbagai usia, mulai dari remaja hingga dewasa.
Dokter spesialis paru, konsultan onkologi anggota pokja onkologi toraks PDPI, Sita Laksmi Andarini mengatakan, per 2020 saja pengguna Vape di Indonesia mencapai angka 2,2 juta orang.
Baca Juga:
YLKI: Konsumen Lebih Aman dengan Kebijakan Kemasan Polos pada Rokok
Salah kaprah pemahaman dan iklan yang ditayangkan terkait vape ini mendorong tingginya pengguna vape. Padahal vape sama berbahayanya dengan rokok tembakau yang telah digunakan sejak berpuluh tahun lalu.
"Tidak, tidak bisa cegah kanker paru, kami sangat tidak merekomendasikan penggunaan rokok vape sebagai upaya menghindari kanker paru," kata Sita dalam Diskusi Publik #LungTalk "Urgensi Pasien Kanker Paru Terhadap Akses Pengobatan Inovatif", Selasa (23/11).
Sita memang belum bisa menjabarkan data pasien kanker paru yang disebabkan oleh penggunaan vape ini. Tapi, dia mengungkapkan bahwa vape juga memiliki kandungan nikotin yang adiktif dan bisa membuat ketagihan.
Baca Juga:
Waspada, Ini 3 Bahan Berbahaya pada Rokok Elektrik
Oleh karenanya, berbagai iklan yang mengklaim vape bisa menjadi salah satu cara untuk berhenti merokok adalah hal yang salah.
"Vape ada nikotinnya, ini bisa membuat habituasi terutama ke anak remaja yang sudah menggunakan vape," kata dia.
Oleh karena itu, klaim jika vape bisa mencegah kanker paru akibat rokok sama sekali tidak bisa dibenarkan. Mengutip hasil penelitian dari Komnas PT, vape merupakan alat yang berfungsi mengubah zat kimia menjadi uap atau asap yang kemudian dialirkan ke paru dengan menggunakan listrik.