WAHANANEWS.CO, Jakarta - Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) kini menjadi sorotan serius di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Penyakit ini tergolong gangguan pernapasan kronis yang ditandai dengan penyempitan saluran udara, sehingga aliran udara dari paru-paru terganggu dan menyebabkan kesulitan bernapas bagi penderitanya.
Baca Juga:
Stroke Jadi Penyakit dengan Beban Biaya Kesehatan Tertinggi Ketiga di Indonesia
Salah satu faktor utama penyebab PPOK adalah paparan zat iritan dalam jangka waktu panjang.
Asap rokok, baik yang dihirup langsung oleh perokok aktif maupun yang dihirup oleh perokok pasif, menjadi pemicu paling umum.
Selain itu, polusi udara dan paparan bahan kimia di tempat kerja juga berkontribusi terhadap meningkatnya risiko penyakit ini.
Baca Juga:
5 Dampak Berbahaya Gaya Hidup Pasif yang Harus Diwaspadai
Gejala PPOK biasanya berkembang secara perlahan dan sering kali tidak disadari sejak awal.
Tanda-tanda yang paling sering muncul meliputi batuk terus-menerus, sesak napas yang semakin parah, dan produksi dahak yang berlebihan.
Menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), PPOK merupakan penyebab kematian keempat tertinggi secara global.
Pada tahun 2021 saja, penyakit ini merenggut nyawa sekitar 3,5 juta orang di seluruh dunia.
Meskipun PPOK bukan penyakit menular, kondisi ini bersifat kronis dan memengaruhi kualitas hidup secara signifikan.
Namun, PPOK masih bisa dikendalikan dengan pengobatan dan perubahan gaya hidup yang tepat.
Oleh karena itu, pencegahan menjadi aspek yang sangat penting guna mencegah kerusakan paru-paru yang lebih lanjut.
“PPOK disebabkan karena adanya paparan partikel atau gas berbahaya yang signifikan pada saluran napas dan jaringan paru. Salah satu partikel gas berbahaya tersebut adalah asap rokok,” jelas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sekitar 70 juta penduduk Indonesia merupakan perokok aktif.
Lebih mengkhawatirkan lagi, 7,4 persen dari jumlah tersebut adalah anak-anak dan remaja berusia 10 hingga 18 tahun.
Kondisi ini menjadi peringatan serius bagi seluruh elemen masyarakat.
Perlunya edukasi dan penyuluhan secara berkelanjutan menjadi sangat krusial agar masyarakat menyadari bahaya PPOK dan risiko yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok, baik secara aktif maupun pasif.
Mengurangi paparan terhadap asap rokok adalah langkah awal yang vital dalam menekan angka kejadian PPOK di Indonesia.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]