WahanaNews.co, Jakarta - Pemilu 2024 semakin mendekat, dan dengan setiap hari yang berlalu, kecemasan dan kegelisahan banyak dirasakan sebagian masyarakat.
Fenomena ini dikenal sebagai "election stress disorder," yakni kondisi stres yang timbul akibat ketegangan politik dan proses pemilihan umum.
Baca Juga:
Tips Ampuh agar Anak Tidak Stres
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog asal Washington D.C., Steven Stonsy, yang merasa kewalahan menghadapi keluhan kesehatan mental pasiennya selama Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2016.
Di Indonesia, gejala ini tercermin melalui komentar emosional yang muncul dari warganet di media sosial, serta meningkatnya tekanan untuk mendukung calon presiden dan wakil presiden tertentu, yang terkadang dapat menjadi agresif di lingkungan sekitar.
Beberapa kasus juga mencatat bahwa pendukung fanatik mudah terprovokasi emosinya, bahkan menyebabkan insiden kekerasan.
Baca Juga:
Betulkah Kebotakan di Usia Muda karena Stres?
Tantangan Berat untuk Mental
Sementara itu, menurut Alan J. Lipman, PhD, seorang psikolog klinis yang berspesialisasi dalam psikologi perilaku politik, mengatakan musim kampanye menghadirkan tantangan berat pada kesehatan mental.
Paparan informasi tertentu yang menyebabkan ketakutan politis, baik yang diperdengarkan maupun terlibat dalam diskusi secara langsung dapat membuat orang-orang mengidap gangguan kecemasan.