WahanaNews.co | Ribuan obat-obatan yang telah kedaluwarsa lantaran menunggu peralatan dan izin operasional incinerator dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menumpuk dan belum dimusnahkan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
"Saat ini obat-obatan kedaluwarsa telah menumpuk dan belum bisa kita musnahkan tahun ini karena menunggu peralatan dan perizinan," ujar Kepala Dinkes Kabupaten Mukomuko Bustam Bustomo di Mukomuko, Bengkulu, Rabu (15/11/2023).
Baca Juga:
Quick Count Pilkada Bengkulu 95,67 Persen: Helmi Ungguli Tersangka Rohidin
Kata dia, Dinkes Mukomuko terhitung sejak empat tahun terakhir sampai sekarang tidak bisa melaksanakan pemusnahan obat-obatan kedaluwarsa.
Ia menambahkan, instansinya sebelumnya telah mengajukan berkas perizinan operasional incinerator untuk melaksanakan pemusnahan kepada Kementerian Kesehatan RI, namun belum direalisasikan.
"Pemusnahan obat itu harus dilakukan menggunakan alat khusus incinerator dan tidak boleh dilakukan secara manual, dan izin penggunaan alat pemusnahan obat tersebut harus ada izin dari pemerintah pusat," jelasnya.
Baca Juga:
KPK Dibanjiri Laporan Pungutan Buat Danai Pilkada Petahana, Buntut OTT Gubernur Bengkulu
Ia mengatakan, bahwa obat-obatan kedaluwarsa termasuk limbah medis yang ada di dinas ini berasal dari sebanyak 17 puskesmas yang tersebar di daerah ini.
Menurutnya, keberadaan obat-obatan dan limbah medis ini berbahaya jika tidak segera dimusnahkan.
Dikhawatirkan keberadaan obat dan limbah medis ini dapat mencemari lingkungan sekitar.
Selanjutnya, ia mengatakan, instansinya berupaya di awal tahun 2024 untuk mengajukan kembali perizinan alat tersebut sehingga tidak terjadi penumpukan obat dan limbah medis yang luar biasa.
Sementara itu, ia menyebutkan, obat-obatan kedaluwarsa di dinas ini terdiri dari berbagai jenis obat yang berbentuk tablet, sirup, dan racikan.
Dari sekian banyak obat-obatan tersebut, katanya, mayoritas obat yang kedaluwarsa ini berbentuk tablet, dan seluruh obat ini merupakan kebutuhan rutin dari puskesmas untuk menangani pasiennya.
Ia mengatakan, kegiatan pengadaan obat-obatan dibeli menggunakan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sejak beberapa tahun terakhir.
[Redaktur: Zahara Sitio]