WahanaNews.co |Tingginya
harga Tes PCR di Indonesia dibanding dengan India jadi perbincangan publik.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun minta pemerintah transparan soal
penetapan biaya pokok tes PCR, termasuk besaran keuntungannya.
Baca Juga:
Ini Beda Tes PCR Pada Pasien Covid-19 dengan Cacar Monyet
"Harus transparan berapa sebenarnya biaya pokok tes
PCR, berikut keuntungan yang wajar, termasuk untuk biaya tenaga medis dan
lain-lain," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Sabtu
(14/8/2021).
Selain itu, YLKI juga mendesak pemerintah untuk mengaudit
harga. Tujuannya, sambung Tulus, agar didapatkan harga yang transparan.
akuntabel dan fair.
"Sehingga harga tes PCR bisa lebih terjangkau oleh
konsumen," jelasnya.
Baca Juga:
KAI Mulai Berlakukan Wajib Tes RT-PCR Bagi Pelanggan Usia 18 Tahun yang Belum Booster
Tulus menilai audit keandalan dan kualitas PCR juga
diperlukan. Dengan begitu, kata dia, harga PCR dapat tercerminkan dari kualitas
yang ada.
"Perlu audit terhadap kualitas PCR, sehingga tetap
harus mencerminkan kualitas," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menanggapi
adanya perbedaan PCR di Indonesia dan India. Kemenkes menegaskan penetapan
harga tertinggi PCR di RI telah dikonsultasikan dengan berbagai pihak.
"Pada waktu penetapan SE PCR tentunya sudah dilakukan
konsultasi dengan berbagai pihak terkait termasuk auditor, jadi Kemkes tidak
melakukan penetapan sendiri sama seperti penetapan HET(harga eceran tertinggi)
obat," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada wartawan, Kamis (12/8).
Dia pun menegaskan pihaknya terbuka untuk menerima kritik
dan saran. Tak menutup kemungkinan, Kemenkes juga mengevaluasi harga PCR jika
diperlukan.
Isu murahnya biaya tes PCR di India jadi perhatian di Tanah
Air. Setelah mahasiswa Indonesia di India, kini giliran eks Direktur WHO Asia
Tenggara, Prof Tjandra Yoga, menuturkan pengalamannya soal murahnya tes PCR di
India.
"Tentang perbandingan harga tes PCR dengan India,
sebenarnya bukan hal yang baru. Pada September 2020, ketika saya akan pulang ke
Jakarta dari New Delhi, maka saya melakukan tes PCR sebelum terbang. Petugasnya
datang ke rumah saya dan biayanya 2400 rupee atau Rp 480 ribu. Waktu itu tarif
tes PCR di negara kita masih sekitar lebih dari Rp 1 juta," tutur Prof
Tjandra mengawali ceritanya kepada wartawan, Sabtu (14/8/2021).
Tjandra melanjutkan, pada November 2020, Pemerintah Kota New
Delhi menetapkan harga baru yang jauh lebih rendah lagi, hanya 1.200 rupee atau
Rp 240 ribu, turun separuhnya dari yang dia bayar pada September 2020. Pada
November 2020 ini, masih kata dia, tarif PCR adalah 800 rupee saja (Rp 160
ribu) untuk pemeriksaan di laboratorium dan RS swasta.
"Pada awal Agustus 2021 ini Pemerintah Kota New Delhi
menurunkan lagi patokan tarifnya, menjadi 500 rupee atau Rp 100 ribu saja.
Kalau pemeriksaannya dilakukan di rumah klien, tarifnya 700 rupee atau Rp 140
ribu. Sementara itu, tarif pemeriksaan rapid antigen adalah 300 rupee atau Rp
60 ribu," tuturnya menceritakan keputusan baru Pemerintah Kota New Delhi. [rin]