WahanaNews.co | Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa untuk membuat orang sehat, diperlukan penguatan upaya promotif dan preventif daripada upaya kuratif.
“Kalau mau sehat, jangan tunggu sampai sakit. Jaga tetap sehat,” kata Menkes Budi saat Rakerkesda Prov. Gorontalo pada Jumat (24/5/2024).
Baca Juga:
RSCM Jakarta Catat Seejarah, Sukses Operasi Pasien Pakai Teknologi Robotik
Ia menjelaskan penyebab kematian pada seseorang paling banyak adalah penyakit kronis seperti stroke, jantung, kanker, dan ginjal.
Namun, penyakit kronis tersebut dapat dideteksi dini dan dicegah. Karena itu, Menkes Budi menekankan untuk mengedepankan langkah-langkah pencegahan.
“Karena strategi yang benar itu bukan menunggu, tetapi menjaga orang sehat bukan mengobati orang sakit. Ini beda strateginya,” ujarnya.
Baca Juga:
Kasus Bullying PPDS, Menkes Minta Semua Fakultas Kedokteran Investigasi
Menkes Budi mengatakan, dirinya merevitalisasi 10.000 puskesmas dengan melengkapi alat untuk bisa mengukur tekanan darah, gula darah, dan lemak darah.
Hal ini agar masyarakat dapat rajin mengukur dan mengendalikan tekanan darah secara rutin. Jika diperoleh hasil yang tidak sesuai, masyarakat bisa mendapatkan obat puskesmas secara gratis.
“Kalau bapak ibu mengukur rutin tekanan darah, gula darah, Insyaallah, bapak dan ibu, tidak akan ada berita meninggal di bawah usia 70 tahun,” kata Menkes Budi.
Pada kesempatan yang sama, Menkes Budi juga menyinggung harapan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Indonesia Emas dan Negara Maju.
Ia menjelaskan, umumnya berhasil atau tidaknya sebuah negara menjadi negara maju dapat dilihat dari puncak bonus demografi, yaitu masa di mana usia produktif lebih besar dibandingkan usia non-produktif. Indonesia diperkirakan akan mencapai puncak bonus demografi pada 2030.
Untuk memenuhi target tersebut, Menkes Budi mengutarakan bahwa Indonesia perlu memenuhi kriteria negara maju, salah satunya dapat dilihat dari pendapatan per kapita masyarakat sebesar 13 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per tahun atau Rp15 juta per bulan. Agar tercapai, Indonesia perlu mencetak generasi sehat dan produktif.
“Enam tahun lagi dari sekarang. Kalau tahun itu gagal maka akan semakin susah bagi Indonesia untuk menjadi negara maju, dan akibatnya Indonesia akan menjadi negara berpenghasilan menengah terus,” katanya.
Menurutnya, hal ini perlu dipersiapkan mulai dari menjaga kesehatan anak dari usia minus sembilan bulan. Sebab, jika seorang anak telanjur terlahir stunting maka akan menurunkan produktivitas kehidupan anak tersebut.
Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo Sofian Ibrahim mengatakan, wilayah dengan julukan ‘Serambi Madinah’ itu masih memiliki berbagai tantangan, salah satunya masalah stunting.
Berdasarkan hasil survei kesehatan Indonesia, Sekda Sofian melaporkan, terdapat peningkatan kasus stunting di Provinsi Gorontalo dari tahun ke tahun.
“Tahun ini seharusnya angka stunting itu ada di level 14 persen, tapi ketika dilakukan survei kesehatan Indonesia awal tahun ini, untuk memotret stunting di 2023 kemarin agak naik 3,1 persen dari 23,8 persen menjadi 26,9 persen,” katanya.
Belum lama ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaksanakan Rapat Kerja Kesehatan Nasional di BSD, Tangerang pada 24-25 April 2024. Oleh sebab itu, setiap provinsi akan menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan mengadakan Rakerkesda, termasuk Provinsi Gorontalo.
Kadinkes Prov. gorontalo Dr. dr. Anang S. Otoluwa, MPPM mengatakan bahwa Rakerkesda Provinsi Gorontalo akan merencanakan aksi daerah yang berfokus pada 6 pilar transformasi kesehatan yang telah digaungkan oleh Kemenkes, yaitu Transformasi Layanan Primer, Transformasi Layanan Rujukan, Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan, Transformasi Pembiayaan Kesehatan, Transformasi SDM Kesehatan, dan Transformasi Teknologi Kesehatan.
“Secara khusus merencanakan aksi daerah yang fokus pada 6 pilar transformasi kesehatan dan percepatan penurunan stunting, merumuskan strategi pelaksanaan transformasi kesehatan di 2024, terinformasinya kebijakan dan rencana implementasi transformasi kesehatan tahun 2024, dan sekaligus menjadi forum komunikasi terbuka untuk berdiskusi terkait kendala, hambatan, dan tantangan. Solusi dalam pencapaian permasalahan kesehatan di Provinsi Gorontalo.”
[Redaktur: Zahara Sitio]