WahanaNews.co | Pelaksanaan pelayanan haji di Indonesia terus didorong agar semakin baik lagi termasuk rencana merubah peraturan terkait dengan istitha’ah kesehatan bagi jemaah haji.
Dalam Permenkes Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istitha’ah Kesehatan Jamaah Haji disebutkan bahwa istitha’ah kesehatan jamaah haji memiliki makna kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan, meliputi fisik dan mental yang terukur melalui pemeriksaan medis.
Baca Juga:
Laporan Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024 Bakal Didalami KPK
"Kemarin waktu bertemu DPR sebelum puncak haji, sudah saya sampaikan, bagaimana kalau kita berusaha mengubah peraturan agar istita’ah kesehatan ini dijadikan syarat," kata Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, Jumat (7/7/2023).
Gus Yaqut panggilan akrab Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan, selama ini jemaah haji yang berangkat ke Tanah Suci terlebih dahulu melunasi biaya haji, kemudian menjalani tes kesehatan.
"Sekarang ini kan prosesnya terbalik, kita lunas dulu baru cek kesehatan. Sehingga mau tidak mau kalau sudah lunas harus diberangkatkan," paparnya.
Baca Juga:
Soal Pemberitaan Anggota DPR Terima Suap Haji, MKD Minta Tempo Klarifikasi
Ke depan, kata Gus Yaqut, jemaah haji yang akan berangkat ke Tanah Suci harus lebih dahulu menjalani tes kesehatan. Kalau sudah memenuhi persyaratan, calon jemaah baru bisa melakukan pelunasan.
"Kita ingin ke depan, mudah-mudahan ini bisa kita buat aturannya, istitha’ah kesehatan dulu. Kalau sudah memenuhi istitha’ah kesehatan, baru kemudian melakukan pelunasan," ujarnya.
Gus Yaqut menyadari, hal itu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang panjang. Meski begitu, pihaknya tetap terus berikhtiar mewujudkan pelayanan haji lebih baik lagi.
"Meskipun ini tentu juga ada tantangannya yang tidak mudah, waktunya juga pasti diperlukan lebih panjang. Tapi kita akan terus berikhtiar agar pelayanan kepada jemaah ini menjadi terus lebih baik ya dan jemaah menjadi lebih nyaman," ucapnya.
Di sisi lain, terkait pendamping lansia Gus Yaqut mengatakan kebijakan tersebut masih akan berlaku. Tahun depan, tidak ada kuota pendamping lansia. Sebab, hal itu akan mengganggu sistem antrean dan merugikan jemaah lainnya. Apalagi jumlah lansia tidak sedikit.
"Kalau pendamping kita masukkan, antreannya pasti yang seharusnya berangkat dia akan tergeser karena diambil kuotanya oleh pendamping ini. Tentu kita tidak ingin itu terjadi. Kita inginnya supaya jemaah ini bisa berangkat beribadah dengan cara-cara yang berkeadilan. Adil dalam terjemahan kami ya seperti itu," ucapnya.
Gus Yaqut menambahkan, tidak semua lansia tidak istitha’ah.
Ada banyak jemaah berusia di atas 90 tahun yang masih segar bugar. Artinya, ukuran kriterianya bukan lansia tapi istitha'ah kesehatan. Hal ini juga akan didiskusikan dengan Komisi VIII DPR.
[Redaktur: Zahara Sitio]