WahanaNews.co, Jakarta - Meningkatnya popularitas suplemen untuk memperbaiki kesehatan rambut, kuku, dan kulit jadi tren dalam beberapa waktu terakhir ini.
Namun, masih banyak orang yang mempertanyakan sejauh mana efektivitas suplemen tersebut, yang dapat berupa kapsul, serbuk, minuman, atau bahkan gummy.
Baca Juga:
7 Jus untuk Kembalikan Vitalitas Setelah Mudik Lebaran
Para ahli gizi, dokter, dermatologis, dan ahli lainnya baru-baru ini mengungkapkan serangkaian fakta yang perlu diketahui oleh masyarakat terkait suplemen kesehatan ini.
Lantas, apa saja hasil diskusi dari para ahli terkait suplemen kesehatan? Berikut rangkumannya, melansir dari CNBC Make It.
1. Tidak Perlu Beli Biotin dan Kolagen
Baca Juga:
Tragedi Suplemen Jepang: 114 Orang Dirawat di RS, 5 Meninggal Dunia
Penelitian menunjukkan bahwa mayoritas suplemen untuk rambut, kulit, dan kuku yang beredar di masyarakat mengandung lebih banyak biotin daripada yang diperlukan oleh tubuh.
Dr. Rebecca Hartman, seorang asisten profesor dermatologi di Harvard Medical School, menyatakan bahwa mengonsumsi terlalu banyak biotin dapat memengaruhi hasil tes kesehatan, seperti tes tiroid, tes jantung, dan tes vitamin D. Menurutnya, daripada mengandalkan suplemen, cara yang lebih baik untuk memperoleh biotin dan kolagen adalah melalui sumber alami.
Dokter Rebecca menyarankan untuk mendapatkan biotin dan kolagen secara alami melalui pola makan seimbang dengan mengonsumsi makanan tinggi biotin dan kolagen, seperti kacang-kacangan dan produk susu, terutama kuning telur.
2. Magnesium Tidak Memperbaiki Kualitas Tidur
Menurut psikolog klinis berlisensi dan direktur kesehatan tidur di Sleepopolis, Shelby Harris, suplemen magnesium tidak akan membantu seseorang untuk lebih mudah tertidur, kecuali jika memang kekurangan asupan magnesium.
Faktanya, terlalu banyak mengonsumsi magnesium dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan menyebabkan efek samping, seperti detak jantung tidak teratur atau masalah ginjal.
Alih-alih mengonsumsi suplemen magnesium, Anda bisa memperoleh mineral dari makanan sehari-hari, yakni dengan rutin mengonsumsi bayam, selai kacang, dan pisang.
3. Berberin Mampu Turunkan Berat Badan
Beberapa waktu belakangan ini, berberin disebut sebagai "ozempic alam" di TikTok. Adapun, ozempic yang dimaksud adalah senyawa alami di beberapa tanaman dan dipercaya dapat menurunkan kadar gula darah serta menurunkan berat badan.
Dokter pengobatan regeneratif dan umur panjang, Neil Paulvin menyebutkan bahwa berberin tidak seefektif ozempic untuk menurunkan berat badan.
4. Lumut Laut Kaya Nutrisi
Ahli gizi diet, Samar Kullab, mengungkapkan bahwa lumut laut kaya akan nutrisi dan mengandung vitamin A, C dan E serta beberapa vitamin B.
Kullab mengatakan, mengonsumsi satu sendok gel lumut laut sehari dapat mengurangi peradangan dan meningkatkan fungsi tiroid serta meningkatkan kesehatan jantung dan usus. Namun, orang yang memiliki masalah tiroid sebaiknya menghindari konsumsi lumut laut.
5. Taurin Perlu Uji Klinis Lebih Lanjut
Taurin merupakan asam amino yang dihasilkan secara alami oleh tubuh manusia dan sedang menjadi subjek penelitian untuk memahami potensi efek anti-penuaannya. Meskipun dianggap menjanjikan, taurin hanya terbukti memiliki dampak peningkatan umur panjang pada tikus.
Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai apakah terdapat efek samping jangka panjang dari konsumsi suplemen taurin.
Paulvin menyatakan, "Sarana terbaik untuk mengatasi penuaan adalah melalui kegiatan fisik, terutama dengan melibatkan olahraga intensitas tinggi dengan beban, dilakukan tiga kali seminggu." Ia juga menambahkan, "Selain itu, penting untuk mengoptimalkan pola tidur dan menjaga ritme sirkadian."
6. Efektivitas Suplemen Kunyit
Ko mengungkapkan bahwa sebagian besar suplemen kunyit memiliki persentase kurkumin yang sangat kecil, yakni hanya sekitar dua hingga enam persen. Maka dari itu, ia menyebut bahwa suplemen kunyit masih belum terlalu cukup.
"Jika ada pilihan antara suplemen kunyit dan suplemen kurkumin, saya akan memilih kurkumin," kata Ko.
"Konsumsi suplemen kurkumin dengan lada hitam dan lemak sehat ,seperti yogurt untuk mendapatkan manfaat maksimal bagi kesehatan," imbuhnya.
7. Ashwagandha Efektif Atasi Stres
Ashwagandha merupakan komponen utama dalam pengobatan Ayurveda yang telah digunakan selama beribu-ribu tahun. Salah satu manfaat utama dari penggunaan tanaman ini adalah mengurangi stres dan mengelola kecemasan.
Meskipun demikian, dokter pengobatan integratif di UCLA Health dan praktisi Ayurveda berlisensi, Dr. Meena Makhijani, menyatakan bahwa metode terbaik untuk mengonsumsi ashwagandha adalah dengan menghentikan penggunaannya setiap tiga bulan atau lebih.
"Jika digunakan dengan benar, ashwagandha akan memberikan manfaat yang signifikan bagi sebagian besar orang, terutama jika dihentikan sementara setiap tiga bulan," ujar Makhijani.
8. Multivitamin Tidak Selalu Diperlukan
Ahli penyakit dalam dan direktur medis dari UCLA Health Integrative Medicine Collaborative, Dr. Elizabeth Ko, mengatakan bahwa suplemen multivitamin tidak dibutuhkan jika Anda rutin mengonsumsi makanan yang tepat dan kaya vitamin.
Menurut Dr. Ko, diet Mediterania yang kaya kacang-kacangan, biji-bijian, buah-buahan segar, dan sayuran dapat membantu seseorang untuk mendapatkan nutrisi multivitamin.
Adapun, menambahkan multivitamin ke dalam menu harian dapat diutamakan bagi vegan, vegetarian, orang dengan masalah perut, atau orang yang kekurangan nutrisi.
9. Vitamin C dan D Tidak Selalu Ampuh untuk Perkuat Imun
Vitamin C dan D memiliki kemampuan untuk meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh. Meski demikian, beberapa penemuan menunjukkan bahwa suplemen vitamin D cenderung lebih efektif dibandingkan dengan vitamin C.
Menurut Michael Ben-Aderet, seorang dokter spesialis penyakit menular dan direktur medis di Asosiasi Epidemiologi Rumah Sakit di Cedars-Sinai Medical Center, suplemen paling efektif untuk individu yang mengalami kekurangan vitamin C atau D.
Namun, untuk mereka yang sehat dan ingin meningkatkan sistem kekebalan tubuh, Ben-Aderet menyarankan konsumsi makanan sehat dan seimbang, berolahraga, menjaga tidur yang cukup, dan menjalani vaksinasi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]