Mahfud menilai, OJK perlu mengatur pelaku usaha perbankan dan perusahaan jasa keuangan agar melakukan penyampaian informasi promosi, notifikasi dan kode OTP tidak melalui layanan WA. Tapi, memakai layanan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan mendukung lawful intercept seperti SMS.
"Utamanya karena SMS telah diatur dalam Undang-Undang dan mendukung lawful intercept. Kebijakan ini nantinya bisa dievaluasi lagi jika sudah ada regulasi yang mengatur kerja sama WA dan operator telekomunikasi," kata Mahfud.
Baca Juga:
Tips Untuk Amankan Nomor Hp dari Pinjol
Rekomendasi Menko Polhukam itu turut mendapat dukungan dari Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim. Secara spesifik, Rizal membandingkan WhatsApp dengan SMS yang operator telekomunikasinya jelas dan mengetahui identitas setiap penggunanya, bahkan nomor NIK.
"Masyarakat di sini juga perlu lebih berhati-hati, khususnya dalam menjaga password dan kode OTP. Untuk amannya, sebaiknya masyarakat memilih SMS daripada email maupun WhatsApp dalam penggunaan aplikasi yang berkaitan dengan autentikasi," ujar Rizal.
Sebagai pencegahan, BPKN meminta OJK dan Kominfo tegas mengatur agar bank dan lembaga keuangan lain tidak menggunakan WA untuk mengirimkan autentikasi, notifikasi dan promosi. Sebab, modus kejahatan di WhatsApp ini jelas menyasar rekening tabungan dan dompet digital masyarakat.
Baca Juga:
Industri Fintech Bergolak di IFSE 2024, OJK Serukan Perlindungan Konsumen
Ia berpendapat, sektor perbankan, jasa keuangan dan enterprise pada umumnya wajib mengutamakan penggunaan SMS untuk autentikasi. Selain itu, notifikasi dan promosi juga menggunakan SMS demi melindungi konsumen.
"Ini penting agar tidak ada lagi konsumen yang menjadi korban. Kominfo juga perlu mengatur berbagai jenis layanan OTT ini, termasuk kewajiban kerja sama dengan operator telekomunikasi," kata Rizal.
[Redaktur: Amanda Zubehor]