WAHANANEWS.CO, Jakarta - Misteri kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Arya Daru Pangayunan, terus menyita perhatian publik.
Arya ditemukan meninggal dunia dengan wajah terbungkus lakban di kamar indekosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7/2025).
Baca Juga:
Lakban Jadi Clue Penting, Misteri Kematian Diplomat Kemlu Masih Gelap
Sebelum ditemukan tak bernyawa, istrinya, Meta Ayu Puspitantri, telah merasa ada yang tidak beres karena Arya tidak mengirimkan kabar sepanjang malam. Ia pun meminta penjaga indekos untuk memeriksa kamar suaminya.
Saat itulah jasad Arya ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Rekaman CCTV menunjukkan Arya masih beraktivitas hingga larut malam.
Baca Juga:
Ditemukan Terikat Lakban, Siapa Terakhir Bertemu Arya Sebelum Tewas?
Ia diketahui sempat berbicara dengan istrinya sekitar pukul 21.00 WIB, menyapa penjaga indekos pada pukul 22.15 WIB, dan keluar kamar pada 23.30 WIB untuk mengambil pesanan makanan dari layanan ojek online.
Tiga hari setelah peristiwa itu, tokoh hukum nasional dan pendiri KontraS, Bambang Widjojanto, mengangkat perspektif kriminologis yang cukup mengganggu.
Dalam analisisnya yang dipublikasikan lewat kanal YouTube pribadi, ia menyampaikan bahwa kematian Arya tidak bisa dilihat hanya dari permukaan.
Menurut Bambang, ada tiga pesan penting yang tersirat dalam cara kematian Arya:
Pertama, pembungkaman. Bambang menilai bahwa wajah Arya yang dilakban merupakan simbol yang sangat kuat dalam teori kriminologi.
“Mulut dan wajahnya dilakban, ini bagi kalangan kriminolog disebut simbol pembungkaman,” kata Bambang.
“Pesannya jelas, bahwa siapa pun yang berani berbicara atau membocorkan informasi akan bernasib serupa.”
Kedua, upaya menciptakan kesan seolah-olah bunuh diri. Bambang menyebut bahwa kamar yang terkunci dari dalam bisa saja sengaja diatur untuk menyesatkan penyelidikan.
“Kalau jejaknya tidak ada dan pintu terkunci dari dalam, bisa saja dibuat seolah-olah korban bunuh diri,” ujarnya.
“Tapi korban masih aktif hingga larut malam, termasuk memesan makanan. Jadi ini harus dikaji secara mendalam.”
Ketiga, unjuk kekuatan pelaku. Dalam pandangannya, teknik dan pola pembunuhan menunjukkan pelaku bukan orang sembarangan.
“Pelaku seolah ingin mengatakan: ‘Saya punya keahlian dan bisa melakukan ini tanpa jejak’,” jelas Bambang.
“Pesan ini bisa saja ditujukan kepada kolega korban, lembaga tempat ia bekerja, bahkan aparat penegak hukum.”
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menyampaikan bahwa penyelidikan atas kasus ini masih berjalan intensif dan ditargetkan rampung dalam waktu dekat.
“Mungkin seminggu lagi selesai. Insya Allah mudah-mudahan bisa selesai ya,” ujar Karyoto, Jumat (11/7/2025).
Menurutnya, tim penyidik sedang menelaah sejumlah alat bukti, termasuk CCTV, hasil autopsi, serta data digital dari ponsel dan laptop Arya.
“Digital forensik akan melihat dengan siapa korban berkomunikasi, jam berapa, dan ke mana saja aktivitasnya terekam,” katanya.
“Kami tidak akan langsung menyimpulkan hanya dari satu alat bukti. Semua aspek akan kami kaji secara komprehensif.”
Kasus kematian diplomat Arya Daru Pangayunan masih terus dalam proses penyelidikan oleh tim Polda Metro Jaya.
Publik menanti jawaban atas misteri yang hingga kini belum terpecahkan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]