WahanaNews.co | Subdit 2 Harda Ditreskrimum Polda
Metro Jaya mengungkap kasus sindikat tindak pidana pencucian uang
dalamproyek fiktif di Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada
Januari 2019.
Kabid
Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, mengatakan, pihaknya berhasil menangkap dua pelaku yang
berinisial DK alias Donny Widjaja dan KA (istri Donny Widjaja).
Baca Juga:
Ipar Ungkap Momen Mengerikan Kasus Suami Bakar Istri: Seperti Kesetanan
Sepasang
suami-istri tersebut memiliki peran berbeda dalam melancarkan
aksinya.
Donny
merupakan pemilik ide untuk melakukan penipuan dan meyakinkan korban agar mau bekerjasama
dalam proyek fiktif.
Sedangkan
istrinya berperan menerima transferan uang dari Donny dan membelikan sebuah
rumah dan tanah kavling hasil kejahatan.
Baca Juga:
Arfan Poretoka: Kuasa Hukum Mesak Urbasa jangan Keliru Kalau tidak Tahu Duduk Persoalan yang Sebenarnya
Dalam
kasus tersebut, polisi menetapkan 7 orang tersangka, yakni DW, KA, FCT, BH, FS, DWI, dan
CN.
Dari
ketujuh pelaku itu, hanya DW dan KA yang dilakukan penahanan.
"Dua
tersangka yang sudah dilakukan penahanan, yang pertama adalah saudara DK alias
DW, dia yang mempunyai ide untuk melakukan penipuan ke proyek fiktif. Kedua,
istrinya sendiri, berinsial KA. Jadi dua orang kami lakukan penahanan," ungkap Yusri, saat
jumpa pers di Polda Metro Jaya, Rabu (27/1/2021).
Lebih
lanjut, mantan Kapolres Tanjungpinang itu mengungkapkan, para pelaku berhasil
menguras korban dengan total kerugian Rp 39 miliar.
"Total
kerugian korban kurang lebih Rp 39 Miliar," kata Yusri.
Pria
kelahiran Sulawesi Selatan itu membeberkan modus operandi yang dilakukan
pelaku.
Awalnya,
kata dia, DW memperkenalkan diri kepada korban dan mengatakan bahwa dirinya
mantan menantu salah satu petinggi polisi.
Selain
itu, dia juga mengaku memiliki banyak pengalaman di bidang bisnis perminyakan dan
memiliki banyak proyek yang menjanjikan banyak keuntungan.
Korban pun mengamini cerita Donny. Kemudian, Donny menawarkan berbagai kerjasama proyek
kepada korban. Lalu, meminta uang atau dana dalam rangka membiayai
proyek-proyek tersebut.
Selain
itu, tersangka juga meminta modal yang dibutuhkan dan menjanjikan keuntungan
sehingga korban mengamini semua permintaan pelaku.
"Modus
operandi (pelaku) memperkenalkan diri kepada korban kemudian dia menyampaikan
bahwa dia mantan menantu salah satu petinggi polisi. Sehingga dengan
menyakinkan diri kepada sih korban setelah itu dia mulai bermain menawarkan bahkan
ada beberapa proyek-proyek," katanya.
Alumnus
Akademi Kepolisian (Akpol) 1991 itu memerinci, pada Januari 2019, korban
menawarkan proyek pembelian lahan kepada korban dengan harga Rp 24 miliar.
Selanjutnya,
April-Mei 2019, menawarkan proyek Suplay MFO Bojonegoro, Cilegon, dengan
mengucurkan dana sebesar Rp 4,5 miliar.
Berikutnya,
pelaku menawarkan proyek batubara dengan dana sebanyak Rp 5 miliar.
Selanjutnya,
Juni 2019, diajak kerjasama untuk pengelolaan parkir senilai Rp 117 juta.
Masih di bulan Juni 2019, pelaku kembali menawarkan supply
MFO dengan total dana Rp 3 miliar.
Terakhir,
penawaran tanah di Depok sebesar Rp 2,2 miliar.
Atas
perbuatan mereka, para pelaku dijerat dengan Pasal berlapis, yakni
Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen,
Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dengan ancaman 20 tahun penjara. [dhn]