WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan keraguannya untuk memperbesar alokasi anggaran Transfer ke Daerah (TKD).
Hal ini mengingat masih adanya praktik penyelewengan kekuasaan di daerah, termasuk jual-beli jabatan.
Baca Juga:
Mendagri Sentil Kepala Daerah Soal TKD: Banyak Pemborosan, Jangan Langsung Resistensi
Setidaknya ada sejumlah kasus di daerah yang membuat pemerintah saat ini masih ragu untuk memperbesar alokasi anggaran TKD. Kasus-kasus ini ia sebut berdasarkan catatan langsung dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Data KPK juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus di daerah, dari suap audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi, sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai," ujar Purbaya saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kementerian Dalam Negeri, Senin (20/10/2025).
Di sisi lain, ia melanjutkan, hasil survei penilaian strategis atau penilaian integritas dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK 2024 juga masih menunjukkan skor yang rendah. Skor nasional baru 71,53 di bawah target 74. Hampir semua pemda kata Purbaya masih masuk kategori rentan alias zona merah, dengan hasil SPI tingkat provinsi rata-rata 67 dan kabupaten atau kota 69.
Baca Juga:
Delapan Belas Gubernur Protes ke Menkeu Purbaya soal Pemotongan Anggaran TKD
"Jadi ini memang belum aman. KPK bilang sumber risikonya masih itu-itu aja, jual beli jabatan, gratifikasi, intervensi pengadaan, padahal kalau itu enggak diberesin semua program pembangunan bisa bocor di tengah jalan," ucap Purbaya.
Purbaya mengaku, sebetulnya ingin sekali menaikkan anggaran TKD pada 2026, dalam rangka mempercepat aktivitas perekonomian di daerah. Sayangnya, ia mengatakan, presiden belum berani merealisasikan keinginannya.
"Sebenarnya kalau saya sih mau saja naikin, cuma pemimpin di atas masih ragu dengan kebijakan itu karena mereka bilang sering diselewengkan uang-uang di daerah," kata Purbaya.