WahanaNews.co, Sumbawa - Kelompok aktivis Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN) Sumba mengutuk keras praktik kawin tangkap yang kembali terjadi di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN) Sumba mengutuk keras praktik Kawin Tangkap karena merupakan kejahatan kemanusiaan. Kekerasan berbalut budaya bukanlah hal yang patut dilanggengkan," kata Direktur SOPAN Sumba Yustina Dama Dia, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/9/2023) melansir CNNIndonesia.com.
Baca Juga:
Terbongkar Upaya Penjahat Siber Kuras Habis Rekening via Gmail
Beberapa hari lalu, viral video yang memperlihatkan seorang perempuan yang diambil secara paksa oleh sekelompok laki-laki dan membawanya kabur dengan mobil pikap.
Menurut keterangan Yustina, insiden kawin tangkap tersebut terjadi pada Kamis (7/9).
Ia mengatakan bahwa praktik kawin tangkap di Sumba memang bukan menjadi hal yang baru terjadi. Contohnya kasus serupa juga pernah terjadi di Sumba pada akhir Juni 2020 silam, yang telah mendapat perhatian pemerintah lewat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Baca Juga:
Polsek Serbalawan Ungkap Kasus Pencurian Sepeda Motor, Pelaku Ditangkap Setelah Ditawarkan di Facebook
"Kawin paksa adalah tindakan di mana seseorang dipaksa untuk menikah tanpa persetujuannya. Ini adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang diakui secara internasional," tulis Yustina lebih lanjut.
Hal ini menjadi penting untuk diingat, lanjut dia, bahwa kawin paksa adalah pelanggaran serius terhadap HAM.
Maka dari itu, ia menegaskan perlu ada upaya yang kuat dalam melawan praktik kawin paksa sebagai bagian dari usaha yang lebih luas untuk mempromosikan dan melindungi HAM di seluruh dunia, khususnya bagi perempuan di Indonesia.
"Praktik kawin tangkap adalah tindakan kekerasan terhadap perempuan yang harus dihapuskan," bunyi keterangan Yustina.
Yustina, selaku direktur SOPAN, juga meminta pimpinan adat dan pimpinan agama setempat untuk melindungi perempuan dari praktik kawin tangkap.
Ia juga meminta pemerintah pusat dan pemerintah provinsi NTT untuk membuat peraturan turunan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai payung hukum yang dapat melindungi dan menjamin hak-hak korban kekerasan berbalut budaya seperti kawin tangkap.
"[Kami] mendesak Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya untuk memberikan hukuman yang setimpal pada pelaku, sesuai dengan aturan yang berlaku," lanjut keterangannya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]