WahanaNews.co, Jakarta - Robert Herry Son (22), tersangka pelecehan bendera Merah Putih dengan cara mengalungkannya pada leher anjing telah dibebaskan Kepolisian Resor Bengkalis, Riau. Pembebasan tersebut melalui keadilan restoratif (restorative justice).
"Langkah RJ (keadilan restoratif) kita ambil karena pelapor sudah mencabut laporannya dan perdamaian sudah dilakukan antara pelapor dengan terlapor dan sudah menandatangani surat perjanjian," kata Kepala Polres Bengkalis Ajun Komisaris Besar Polisi Setyo Bimo Anggoro usai kegiatan Apel Kebangsaan di halaman Mapolres Bengkalis, Rabu (16/8/2023) melansir ANTARA.
Baca Juga:
Syekh Puji Muncul Lagi, Polisikan Eko Kuntadhi Gegera Tak Terima Disebut Predator Seks
Setyo mengatakan penegakan hukum ini dilakukan bukan atas desakan dari masyarakat, organisasi masyarakat dan berbagai elemen lainnya, akan tetapi murni atas dasar menjalankan fungsi-fungsi penyelidikan.
Mengenai polemik barang bukti yang didapatkan adalah bendera Merah Putih berukuran 13x19 centimeter, Setyo mengatakan hal itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pasal 4 undang-undang itu mengatur kriteria mengenai bendera terkait ukuran, bentuk dan warnanya.
Menurut Setyo, ukuran yang menjadi barang bukti tersebut sudah dapat dikatakan sebagai wujud bendera Merah Putih.
Baca Juga:
Meski Belasan Laporan Dicabut, Kasus 'Bajingan Tolol' Rocky Gerung Tetap Lanjut
"Kalau dipakai sebagai aksesoris atau sebagai pita tentu perlakuannya berbeda, seperti yang kami pakai saat ini di atas kepala karena ukurannya berbeda sebagaimana diatur dalam undang-undang," ujarnya.
Dalam melakukan penyelidikan, tambah Setyo, pihaknya telah meminta keterangan dari tiga orang ahli, yakni ahli pidana, tata negara dan budayawan.
"Berdasarkan pertimbangan ketiga ahli itu, perbuatan yang dilakukan oleh Robert Herry Son dengan mengalungkan bendera Merah Putih pada leher anjing adalah bentuk sebuah penghinaan dan juga didukung oleh alat bukti lainnya. Berdasarkan fakta tersebut dan alat bukti yang cukup maka Robert ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Pasal 66 UU RI Nomor 24 Tahun 2009," ungkapnya.
Walaupun dalam fungsinya penegakan hukum, Setyo menegaskan pihaknya tetap mengedepankan penyelesaian kasus tersebut secara persuasif karena penegakan hukum itu adalah upaya terakhir.
Pihaknya juga sudah menyampaikan kepada tokoh masyarakat, LSM, dan ormas bahwa tersangka sudah mengungkapkan rasa penyesalan dan mengakui kesalahannya dengan meminta permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.
"Tentunya sebagai warga negara yang baik dan berada di tanah melayu ini, kami sampaikan tindakan persuasif dan dapat menerima permohonan maaf dari tersangka. Ke depan, kasus ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk menjaga nilai-nilai kebangsaan dan patriotisme dan tidak mencederai rasa cinta kepada NKRI," ujarnya.
Setyo berharap, dengan kejadian ini hendaknya masyarakat dapat mengambil hikmah dan menghilangkan semua isu yang berkembang terkait SARA.
[Redaktur: Alpredo Gultom]