WahanaNews.co | Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi mengungkapkan, sembilan dari sepuluh tersangka sindikat internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jual ginjal Bekasi ke Kamboja adalah mereka yang juga menjual ginjalnya.
"Dari 10 (tersangka) ini sembilan adalah mantan pendonor," ujar dia di Markas Polda Metro Jaya, Kamis (20/7/2023) mengutip VIVA.
Baca Juga:
Apresiasi Importir AS, Pemerintah Indonesia Serahkan Primaduta Award 2024
Mantan Kapolres Metro Jakarta Pusat ini mengatakan, para tersangka menjual satu organ ginjal ke Kamboja seharga Rp 200 juta. Adapun negara yang menerima ginjal dari kamboja ini adalah India, Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan lain sebagainya.
Transplantasi dilakukan di Rumah Sakit pemerintah di Kamboja. Nama RS-nya yaitu Preah Ket Mealea.
"Kemudian Rp 135 juta dibayar ke pendonor. Sindikat terima Rp 65 juta perorang dipotong ongkos operasional pembuatan paspor, naik angkutan dari bandara ke rumah sakit dan sebagainya," ujar dia.
Baca Juga:
Kopi Indonesia Dipamerkan dengan Konsep Lounge dalam Seoul International Café Show ke-23
Sebelumnya diberitakan, Polri mengungkap kalau sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) internasional di Bekasi menjual ginjal korbannya ke Kamboja.
"Pada kesempatan ini, tim gabungan Polda Metro Jaya, Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Polres Metro Bekasi dibawah asistensi dari Dittipidum Bareskrim Polri, serta Divhubinter telah mengungkap perkara TPPO dengan modus eksploitasi, penjualan organ tubuh manusia jaringan Kamboja," ujar Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto di Markas Polda Metro Jaya, Kamis 20 Juli 2023.
Adapun korbannya mencapai ratusan. Sementara itu, untuk total tersangka dalam kasus ini ada 12 orang. Dua diantaranya adalah anggota polisi dan imigrasi. Namun, Karyoto mengatakan keduanya diluar sindikat.
"Telah memakan total korban sebanyak 122 orang," katanya.
Ke-12 tersangka itu masing-masing berinisial MA alias L, R alias R, DS alias R alias B, HA alias D, ST alias I, H alias T alias A, HS alias H, GS alias G, EP alias E, LF alias L. Mereka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 4 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kemudian ada satu anggota Polri berinisial Aipda M alias D dan serta seorang pegawai imigrasi berinisial AH alias A. Untuk Aipda M dijerat Pasal 22 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Juncto Pasal 221 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (obstruction of justice / perintangan penyidikan).
Kemudian, untuk pegawai imigrasi berinisial AH alias A disangkakan Pasal 8 Ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
[Redaktur: Alpredo]