WAHANANEWS.CO, Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) segera mengambil tindakan tegas terhadap EM, guru besar Fakultas Farmasi, yang terbukti melakukan kekerasan seksual.
Setelah sebelumnya dicopot dari berbagai jabatan akademik, EM kini dalam proses pemecatan dari institusi UGM.
Baca Juga:
Prabowo atau Guterres: Siapa yang Bisa Tuntaskan Kasus Dugaan Ijazah Palsu Jokowi?
Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius, menjelaskan bahwa sebelum keputusan pemecatan ini, EM telah lebih dulu diberhentikan dari posisinya sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM serta Ketua Cancer Chemoprevention Research Center di Fakultas Farmasi.
Kasus ini bermula dari laporan pimpinan Fakultas Farmasi ke rektorat terkait dugaan kekerasan seksual yang dilakukan EM pada awal 2024.
Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM telah melakukan penyelidikan dengan memeriksa 13 orang, terdiri dari korban dan saksi.
Baca Juga:
Edy Meiyanto Terancam Dipecat Tidak Hormat Usai Terjerat Kasus Kekerasan Seksual
Namun, Andi tidak merinci apakah para korban berasal dari kalangan mahasiswa atau tenaga pendidik.
"Kami tidak melihat detail apakah ini seluruhnya mahasiswa atau juga ada tenaga pendidik," ujar Andi Sandi pada Jumat (4/4/2025).
Hasil pemeriksaan internal mengungkap bahwa tindakan kekerasan seksual oleh EM terjadi di luar lingkungan kampus pada rentang waktu 2023-2024.
Modus yang digunakan meliputi pertemuan di luar kampus dengan alasan diskusi akademik, bimbingan, hingga koordinasi terkait perlombaan yang diikuti mahasiswa.
Investigasi Satgas PPKS membuktikan bahwa EM telah melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 tentang PPKS.
Atas dasar temuan tersebut, UGM menjatuhkan sanksi awal berupa skorsing serta pencopotan EM dari jabatan akademik, termasuk posisinya sebagai dosen dan kepala laboratorium.
Selain itu, rektorat juga tengah memproses pemberhentian EM sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Keputusan Menteri Saintek Dikti pada pertengahan Maret 2025 mendelegasikan kewenangan pemecatan EM kepada Rektor UGM, yang akan diumumkan setelah libur Lebaran.
Adapun statusnya sebagai guru besar akan ditentukan oleh Kementerian Saintek Dikti.
Andi menegaskan bahwa prioritas utama UGM saat ini adalah perlindungan terhadap para korban, termasuk menyediakan layanan konseling dan pendampingan.
"Yang lebih penting adalah memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang," tutupnya.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]