WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menjadi korban penipuan daring dengan kerugian fantastis mencapai Rp165 juta membuat RG (31) harus menelan pahitnya birokrasi hukum yang berbelit di Indonesia.
Pengalaman itu membuatnya paham mengapa banyak korban scamming akhirnya memilih bungkam daripada memperjuangkan keadilan.
Baca Juga:
Kasus Penipuan Online Meningkat, OJK Ungkap Kerugian Masyarakat Capai Rp7 Triliun
Pada akhir Oktober (30/10/2025), RG bolak-balik mendatangi Polda Metro Jaya untuk menanyakan perkembangan laporan yang ia buat di Polres Tangerang Selatan.
Sejak laporan dibuat pada 10 Oktober 2025, tidak ada satu pun progres yang diterimanya.
Namun sesampainya di Polda Metro Jaya, RG diarahkan ke bagian Pengawasan Penyidik (Wassidik) karena laporan awalnya tidak dibuat di Polda.
Baca Juga:
OJK Ungkap 297 Ribu Laporan Penipuan Online, Kerugian Tembus Rp 7 Triliun
Di depan ruang Wassidik, RG menceritakan panjang lebar kronologi dirinya menjadi korban penipuan daring. Sayangnya, upaya itu belum cukup untuk membuat laporan segera ditindaklanjuti.
Ia harus membuat surat resmi ke Wassidik untuk menindaklanjuti kasusnya yang mandek di Polres Tangerang Selatan.
“Ternyata memang rumit ya kalau orang sipil itu jalan sendiri buat cari keadilan. Jadi memang panjang prosesnya,” kata RG saat berbincang dengan wartawan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Meski kecewa, RG bersikeras akan tetap mengikuti semua prosedur hukum yang diminta aparat kepolisian.
Ia ingin menjadi contoh bagi korban lain agar tidak takut mencari keadilan meski prosesnya tidak mudah.
“Karena di luar sana itu banyak banget korbannya,” ujarnya.
RG telah menjalani pemeriksaan sebagai korban pada awal November (5/11/2025) di Polres Tangerang Selatan.
“Sudah dimintai keterangan. Tapi setelahnya tetap aja enggak ada kabar lagi sampai sekarang,” katanya.
Cerita bermula saat suatu malam di awal Oktober 2025, RG menerima panggilan telepon dari nomor tak dikenal yang mengaku mengenalnya lewat sebuah aplikasi kencan.
Padahal, RG mengaku tidak pernah menggunakan aplikasi tersebut.
Namun yang membuatnya lengah, si penelepon mengetahui banyak hal tentang masa lalunya secara detail, seolah-olah benar-benar mengenal RG secara pribadi.
“Saya waktu itu penasaran, ini orang siapa ya kok bisa tahu banyak tentang saya dan cara ngomongnya itu seperti teman,” kata RG.
Selama dua minggu di awal Oktober, telepon dari pria tersebut datang hampir setiap malam di atas pukul 22.00 WIB hingga dini hari.
“Saya sampai kurang tidur, tapi dia selalu punya cara bikin tetap teleponan,” ucap RG.
Pria itu mengaku bekerja di bidang IT dan sedang menangani proyek situs perjudian di Makau.
Pada 9 Oktober 2025, pelaku mengatakan akan berangkat ke Makau dan meminta RG mengakses situs yang diklaim sebagai server proyeknya karena sedang bermasalah.
“Dia bilang kodingan webnya itu bermasalah dan baru bisa didapetin kalau login dari luar Makau,” cerita RG.
Pelaku lalu mengirimkan sebuah tautan dan meminta RG melakukan top up dana untuk “uji server.”
“Dia kasih link, sambil bilang, ‘Aku selalu top up di situ. Tapi kalau di jam-jam segini, nanti coba kamu refresh, nanti muncul kode,’” kata RG.
Tak lama, pelaku membujuk RG untuk mentransfer uang ke rekening tertentu agar “akun percobaannya” bisa aktif.
RG sempat mentransfer Rp20 juta, kemudian dua kali transfer tambahan masing-masing Rp130 juta dan Rp15 juta. Total uangnya yang terkuras mencapai Rp165 juta.
“Dia ngasih rekening orang Indonesia. Saya tanya, tapi dia kasih alasan panjang lebar kenapa pakai pihak ketiga,” ungkapnya.
Menurut RG, ia seperti kehilangan kendali dan melakukan semua instruksi pelaku tanpa berpikir panjang.
Keesokan harinya, RG sadar ada yang tidak beres. Ia mencoba menelusuri situs yang diklaim pelaku, ‘Lisboa Macau’, dan mendapati banyak korban lain yang mengalami modus serupa.
“Akhirnya saya buka TikTok dan ternyata banyak yang modusnya kayak gitu. Langsung lemes saya,” katanya lirih.
RG kemudian melapor ke pihak bank dan Indonesia Anti Scamming Center (IASC) untuk menindaklanjuti kasusnya.
“Namun untuk ke PPATK, yang bergerak itu harus dari polisi. Makanya saya berharap polisi ini cepat gerak nindak laporan,” ujar RG berharap.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]