WahanaNews.co | Untuk berdamai dengan terduga pelaku muncikari berinisial EMT, keluarga remaja perempuan berinisial NAT (15) yang disekap dan dieksploitasi secara seksual mengaku ditawari uang Rp 120 juta.
Ayah korban Muhammad Rifai menyebut penawaran tersebut disampaikan pengacaranya melalui telepon. Kendati demikian, tawaran itu tak dia tanggapi.
Baca Juga:
Menteri PPPA Tegaskan Perempuan dan Anak-anak Harus Merdeka dari Kekerasan dan Eksploitasi
"Dia mendampingi ada satu pengacara di sana yang dipakai buat menawarkan. Tidak [bertemu], dari telepon. Rp120 juta. Saya enggak tanggapin," ujar Rifai di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (16/9).
Rifai mengatakan anaknya tidak mengetahui bahwa pekerjaan yang ditawarkan oleh terlapor berinisial EMT adalah pekerja seks komersial (PSK). Sang anak, kata dia, hanya dijanjikan penghasilan yang besar dan akan dipercantik.
"Tidak ada hanya diajak kerja saja. Hanya diiming-imingi entar punya duit banyak, jadi kecantikan ini itu, diiming-iminglah," jelas Rifai.
Baca Juga:
Terungkap, Open BO Anak 'Premium Palace' Dikendalikan dari Lapas
Lebih lanjut, Ia menyebut anak bersekolah sebelum terlibat dalam dunia prostitusi.
Namun, karena mendapat iming-iming uang, sang anak pun mulai jarang pulang.
"Tadinya sekolah. Jadi diajak sama temannya satu. Yang terlibat di situ juga. Tapi iming-iming dengan gaji segini dapatnya, bisa punya uang banyak lah. Dari situlah dia jarang pulang," ucap dia.
Anaknya hanya pulang sesekali ke rumah. Durasinya pun hanya sekitar 20 sampai 30 menit. Lalu, anaknya pergi lagi.
Rifai mengaku menaruh curiga. Namun anaknya selalu berkilah ketika ditanya. Rifai menduga itu karena tekanan yang didapatkan anaknya.
NAT pun tak ada memberikan kode apapun. Menurut Rifai, anaknya sangat tertutup kepada dirinya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengungkapkan NAT diminta EMT melayani laki-laki hidung belang dengan iming-iming Rp300 ribu.
"Pelapor sebagai ayah kandung menerangkan bahwa anak korban bercerita telah dijual oleh terlapor di daerah Jakarta Barat, korban diminta melayani laki-laki dan diberi upah senilai Rp300 ribu sampai dengan Rp500 ribu," ungkap Zulpan dalam keterangannya, Jumat (16/9).
Namun saat korban ingin keluar dari pekerjaan tersebut, korban tidak diperbolehkan keluar oleh terlapor. Alasannya karena masih memiliki banyak utang.
Polisi menyebut modus EMT yaitu menawarkan korban sebagai wanita Booking Out (BO) dengan menjanjikan akan mendapatkan banyak uang.
Zulpan menyebut selama korban bekerja melayani tamu, seluruh uang hasil melayani tamu diminta oleh EMT setiap harinya. EMT beralasan uang itu untuk membayar sewa kamar dan makanan sehari-hari.
Pihak kepolisian juga telah menaikkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan. EMT kini masih berstatus sebagai terlapor.
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/2912/VO/2022/SPKT/POLDA METRO Jaya.
Kepolisian telah berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk memberikan perlindungan kepada korban yang masih berusia di bawah umur. [tum]