WAHANANEWS.CO, Jakarta - Megathrust, yang merupakan gempa besar di bawah laut, memiliki potensi memicu tsunami dahsyat dengan gelombang tinggi yang menyapu daratan dalam waktu singkat.
Dengan mitigasi yang tepat, seperti pemasangan alat deteksi dini, peringatan yang cepat, jalur evakuasi yang jelas, serta edukasi masyarakat, risiko korban jiwa dan kerusakan dapat ditekan secara signifikan.
Baca Juga:
Pemkot Semarang dan BRIN Sukses Budidayakan Varietas Bawang Merah Lokananta Maserati
Selain itu, kesiapan ini juga memastikan bahwa masyarakat dan pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk merespons dan bertindak cepat sebelum bencana menghantam, sehingga mengurangi kerugian yang lebih besar.
Nuraini Rahma Hanifa, seorang peneliti di Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan bahwa ada potensi tsunami setinggi 20 meter yang bisa menghantam wilayah Banten jika megathrust di selatan Jawa melepaskan energi besar.
Rahma menjelaskan bahwa potensi ini muncul dari hasil pemodelan tsunami yang dilakukan dalam studi yang diterbitkan pada tahun 2020.
Baca Juga:
Fenomena Langka: Badai Matahari Dahsyat Hantam Bumi, Indonesia Waspada
"Jika skenario megathrust di selatan Jawa terjadi, potensi tsunami di wilayah tersebut bisa mencapai ketinggian 5 hingga 20 meter," kata Rahma dalam diskusi daring yang diadakan oleh BRIN dan disiarkan di YouTube, Jumat (6/9/2024).
Di selatan Jawa, terdapat empat segmen megathrust: Megathrust Selat Sunda, Megathrust Jawa Barat, Megathrust Jawa Tengah-Jawa Timur, dan Megathrust Bali.
Di antara segmen tersebut, Megathrust Selat Sunda dianggap sebagai zona seismic gap, yang berarti wilayah tersebut belum mengalami gempa besar selama beberapa dekade hingga ratusan tahun, dan sedang mengalami akumulasi stres pada kerak bumi.
Megathrust Selat Sunda memiliki panjang sekitar 280 kilometer, lebar 200 kilometer, dan pergeseran sebesar 4 sentimeter per tahun.
Menurut BMKG, gempa besar terakhir di wilayah ini terjadi pada tahun 1757, dan saat ini telah memasuki masa seismic gap selama 267 tahun.
Rahma menjelaskan bahwa akumulasi energi terbesar ada di Jawa bagian barat, tepatnya di wilayah selatan Banten, di mana tinggi gelombang tsunami diperkirakan bisa mencapai 20 meter di daerah Lebak, Banten.
Daerah lain di selatan Jawa rata-rata akan mengalami tsunami setinggi 15 meter dengan waktu tempuh sekitar 20 menit.
Dalam upaya mitigasi, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa BMKG telah memasang alat-alat deteksi gempa di zona Megathrust Selat Sunda, terutama karena wilayah ini dekat dengan Provinsi Banten, yang merupakan kawasan industri kimia.
Hal ini menjadi perhatian serius karena dampak gempa di wilayah industri akan berbeda dibandingkan daerah lain.
Sejak 2018, BMKG telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, pihak industri, dan masyarakat untuk memasang peringatan dini serta membangun jalur evakuasi.
Menurut Dwikorita, mitigasi terhadap gempa besar dan potensi tsunami di kawasan ini membutuhkan perhatian yang mendalam, terutama karena kepadatan penduduk dan banyaknya hotel di kawasan tersebut.
BMKG telah memasang 39 unit seismograf sejak 2019 untuk mengukur pergerakan bumi di wilayah tersebut, jauh lebih banyak dibandingkan jumlah sebelumnya yang kurang dari 10 alat.
BMKG telah memasang 20 unit akselerograf, atau yang dikenal sebagai strong motion seismograf, alat yang digunakan untuk merekam guncangan tanah yang sangat kuat sehingga percepatan permukaan tanah dapat terukur.
Menurut Dwikorita, jumlah akselerograf yang dipasang di Banten merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan wilayah lain.
Selain itu, Dwikorita menyatakan bahwa BMKG telah memasang 22 unit alat pendeteksi ketinggian air otomatis atau tsunami gate, yang berfungsi mendeteksi kemungkinan tsunami yang disebabkan oleh gempa megathrust atau aktivitas Gunung Anak Krakatau.
BMKG juga meningkatkan jumlah sirine evakuasi di wilayah Banten dari sebelumnya 2 unit menjadi 15 unit.
Selain itu, mereka telah memasang 81 Warning Receiver System (WRS) di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), hotel, dan kawasan industri.
WRS ini adalah alat yang digunakan untuk menyebarkan informasi terkait gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
"Selain itu, kami juga mengadakan sekolah lapang gempa di tujuh lokasi, untuk memberdayakan pemerintah daerah dan masyarakat agar mereka bisa lebih mandiri dalam menghadapi potensi bencana," jelasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]