Selain potensi kecurangan, Setyo memfokuskan penentuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), serta penentuan lokasi SPPG yang strategis untuk menjaga kelayakan konsumsi yang akan diberikan kepada penerima manfaat.
Selain itu, Setyo juga mengamati pemberian susu gratis dalam MBG. Menurut kajian KPK, pada program pemerintah sebelumnya, pemberian susu dan biskuit tidak efektif dalam penurunan angka stunting.
Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Rp 25 Triliun per Bulan untuk Makan Bergizi Gratis
"Sehingga dari tahun ke tahun penurunan stunting tidak banyak. Oleh karena itu saya harap ini benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi lagi. Pastikan kandungan makanan betul-betul dikaji dan disesuaikan sehingga makanan yang sampai ke anak-anak dan ibu hamil benar-benar berkualitas," terangnya.
Sedangkan dalam hal anggaran, Setyo mengingatkan agar distribusi dana yang terpusat di BGN tidak menimbulkan penyimpangan di tingkat daerah.
"Yang menjadi kekhawatiran, karena posisi anggaran di pusat, jangan sampai begitu sampai di daerah seperti es batu (yang mencair). Kami sudah menerima laporan adanya pengurangan makanan yang seharusnya diterima senilai Rp10.000, tetapi yang diterima hanya Rp8.000. Ini harus jadi perhatian karena berimbas pada kualitas makanan,” jelas dia.
Baca Juga:
Dampak Sampah MBG: Saatnya Sekolah Terapkan Daur Ulang Seperti di Jepang
Selain menekankan pentingnya tata kelola keuangan yang transparan, Setyo juga mendorong keterlibatan masyarakat dan penggunaan teknologi dalam pengawasan.
"Harapannya transparan dan melibatkan masyarakat, bisa dari NGO independen untuk pengawasan penggunaan anggaran, dan tentu saja memanfaatkan teknologi," kata Setyo.
"Bahan baku, sumber daya, dan aspek lain terkait MBG harus memanfaatkan masyarakat lokal," imbuh Setyo.