WahanaNews.co | Kalau hanya
mengedepankan emosi tanpa memikirkan solusi alternatifnya sebagai pengganti,
maka ajakan aksi boikot produk Prancis justru malah mengancam nasib 4,5 juta
pekerja lokal sendiri di sektor ritel.
Menanggapi kampanye boikot produk Prancis, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha
Ritel Seluruh Indonesia (APRINDO), Roy N Mandey, mengatakan, seruan tersebut akan mengancam usaha ritel di Tanah Air.
Bahkan, bisa berdampak terhadap merumahkan atau
terparah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawai.
Baca Juga:
Wamenhan Tegaskan Indonesia Bebas Pilih Alutsista, J-10C Jadi Kandidat Kuat
Seperti diketahui, beberapa kelompok masyarakat Indonesia menyerukan
kampanye boikot produk Prancis. Hal tersebut menyusul pernyataan Presiden
Prancis, Emmanuel
Macron, yang dianggap telah menghina umat Islam.
Dia menjelaskan, sektor usaha ritel di
Indonesia itu cukup banyak menyerap tenaga kerja. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 4,5 juta pekerja.
"Kita menyerap itu hampir 4,5 juta
jumlahnya. Jadi bisa dibayangkan, akhirnya tenaga kerja harus dirumahkan.
Rata-rata tenaga kerja itu berasal dari putra-putra daerah. Akhirnya memberikan
dampak terhadap daya beli dan ekonomi itu sendiri," ujarnya.
Baca Juga:
AS Panik, Inggris dan Prancis Diperingatkan agar Tak Akui Negara Palestina
Terkait hubungan perdagangan antara
Indonesia-Prancis yang telah berjalan selama ini dengan kontribusi baik dan
tentunya berhubungan dengan penyediaan produk yang ada pada gerai ritel modern
di Indonesia. Dia berharap, mekanisme perdagangan tetap dapat berjalan wajar
dan normal.
"Menyoal produk asal Perancis yang ada,
kami menghormati keputusan konsumen,
apakah akan membeli atau tidak atas produk dari Prancis yang dijual di gerai
ritel modern. Karena merupakan hak pilihan dan keputusan konsumen atau individu
yang menentukan dalam berbelanja. Jadi biarlah perdagangan berjalan seperti
biasanya dan normal," kata dia.
Aprindo juga meminta ketegasan dari
pihak berwenang agar tidak terjadi aksi yang merugikan masyarakat dan pelaku
usaha atas hal yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang memprovokasi dan
cenderung anarkis.
"Aksi ini tidak memberikan suatu manfaat
apapun, justru makin membebani perekenomian khususnya sektor perdagangan, yang
saat ini sedang diupayakan Pemerintah agar dapat terjadi peningkatan dan
kestabilan Konsumsi Rumah Tangga sebagai point kontributor sebesar 57,6% dari
Produk Domestik Bruto (PDB), di tengah lesunya demand dan market akibat pelemahan
daya beli atau menahan konsumsi, di masa pandemi ini," jelas Roy. [dhn]