Sedangkan untuk PLTU dengan teknologi
biasa saja tanpa pengendalian emisi cenderung murah di US$ 0,05 per kWh hingga
US$ 0,06 per kWh dengan harga batubara di kisaran US$ 30 per ton hingga US$ 40
per ton.
Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi (PLTP), dia mengakui harga investasi pengembangannya masih cukup mahal,
mengingat ada risiko tinggi pada eksplorasi.
Baca Juga:
Waspada Banjir, Ini Tips Amankan Listrik saat Air Masuk Rumah
Ditambah lagi, eksplorasi juga perlu
didukung infrastruktur yang mahal serta biaya buka lahan.
Hitungannya, sekitar 40% capex
digunakan untuk biaya eksplorasi dengan kisaran US$ 3 juta hingga US$ 6 juta.
Belum lagi, dari satu proyek, tingkat
kesuksesan pengeboran hanya 30%, dengan biaya tahap eksplorasi bisa mencapai
US$ 30 juta dengan masa pengembangan 11 tahun hingga 13 tahun.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
"Perusahaan juga harus menunggu
sekitar 10 tahun baru bisa mendapatkan pay back, sehingga harga rata-rata untuk
PLTP berkisar US$ 0,08 kWh hingga US$ 0,12 kWh," paparnya.
Untuk capex teknologi Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS), diungkapkan Fabby, sudah
mengalami penurunan sekitar 85% dari satu dekade yang lalu.
Dengan begitu, saat ini harga listrik
dari PLTS Atap untuk size sekitar
72.000 meter persegi bisa di bawah US$ 0,08 per kWh dan semakin besar akan semakin
murah lagi.